Rabu, 06 Agustus 2014

PEMBANGUNAN DAN PERGESERAN HUBUNGAN SOSIAL

PEMBANGUNAN DAN PERGESERAN HUBUNGAN SOSIAL
A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang direncanakan dan dikehendaki. Pembangunan terkadang menyangkut satu bidang kehidupan saja, namun juga dilakukan secara simultan terhadap berbagai kehidupan yang saling berkaitan. Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia selama ini tidak lepas dari pendekatan modernisasi. Asumsi modernisasi sebagai jalan satu-satunya dalam
pembangunan menyebabkan beberapa permasalahan baru yang hingga kini menjadi masalah krusial Bangsa Indonesia. Di samping tujuan-tujuan yang ditencanakan dan dikendaki tidak mustahil pembangunan mengakibatkan terjadinya dampak pada sistem kemasyarakatan, misalnya pada pergeseran hubungan sosial. B. Permasalahan C. Teori Terkait 1. Pembangunan 2. Hubungan Sosial (Interaksi Sosial) a. Pengertian hubungan sosial Hubungan sosial (Interaksi Sosial) menurut Sutherland kriminolog sosiologi, sebagaimana dikutip oleh Wila Huky (1986), merupakan saling pengaruh mempengaruhi secara dinamis antar kekuatan-kekuatan dalam mana kontak di antara pribadi dan kelompok menghasilkan perubahan sikap dan tingkah laku daripada partisipan. Jika manusia tidak dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan tertentu oleh dirinya sendiri, maka hal ini dapat mendorong timbulnya organisasi formal, institusi, dan birokrasi. Secara umum, hubungan sosial merupakan proses pokok dalam masyarakat yang timbul kalau ada kontak-kontak sosial di antara sesama. Kontak sosial hanya terjadi bila ada komunikasi yang dalam di antara mereka. Menurut Gillin dan Gillin (Soekanto:1995:67), hubungan sosial adalah hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok,dan antar orang dengan kelompok. Hubungan sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok. Hubungan sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial. Berdasarkan definisi di atas maka, penulis dapat menyimpulkan bahwa hubungan sosial adalah suatu hubungan antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun atar individu dan kelompok. Proses hubungan sosial akan terjadi pada saat ada dua individu atau lebih yang saling mengadakan kontak sosial maupun komunikasi. b. Syarat-syarat terjadinya hubungan sosial (interaksi sosial) Goode (Soekanto:1995:71) menguraikan syarat-syarat terjadinya hubungan sosial meliputi kontak sosial dan komunikasi. a) Kontak sosial Pengertian kontak berasal dari bahasa Latin, yaitu “cun” atau “cum” yang berarti bersama, dan tango yang berarti menyentuh. Jadi, secara harfiah istilah kontak artinya bersama-sama menyentuh. Dengan demikian, secara fisik suatu kontak akan terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Namun, dalam gejala sosial pengertian kontak sosial tidak hanya terbatas pada terjalinnya suatu hubungan secara fisik saja. Ketika kita berteriak memanggil teman yang ada di seberang jalan, atau ketika kita sedang menulis atau membaca sms dari orang lain, berarti sudah terjadi kontak sosial. Bahkan kemajuan teknologi juga telah mengubah pengertian kontak sosial, di mana kontak sosial tidak harus terjadi melalui sentuhan fisik. Berdasarkan proses berlangsungnya, kontak sosial dapat dibedakan menjadi dua yakni kontakprimer dan kontak sekunder. Kontak primer terjadi secara langsung bertatapan muka, baik melalui persentuhan fisik maupun tidak, misalnya berjabat tangan, berbicara, bahasa isyarat, tersenyum. Kontak sekunder, terjadi secara tidak langsung menggunakan media tertentu, misalnya melalui TV, telepon, dan lain-lain. Berdasarkan jumlah individu yang terlibat di dalamnya, kontak sosial dapat dibedakan: kontak antar individu, kontak antar kelompok serta kontek individu dengan kelompok. Kontak antar individu. Contohnya: kontak antara guru dengan guru, antara penjual dengan pembeli, dan lain-lain. Kontak antar kelompok contohnya pertandingan sepak bola yang mempertemukan dua tim sepak bola, pertandingan voli, perlombaan cerdas cermat, dan lain-lain. Kontak antara individu dengan kelompok, contohnya guru sedang mengajar murid-muridnya, penceramah dengan peserta seminar, dan lain-lain. b) Komunikasi sosial Komunikasi Sosial adalah adanya tanggapan atau reaksi seseorang terhadap suatu tindakan tertentu dari orang lain. Dalam hal ini komunikasi terjadi setelah adanya kontak sosial. Namun, belum tentu terjadinya kontak social berlanjut pada komunikasi. Ketika kalian melemparkan senyuman kepada seseorang dan orang tersebut tidak menanggapi sama sekali, hal tersebut menunjukkan bahwa kontak sosial tidak menghasilkan komunikasi. Jadi,komunikasi lebih menunjukkan adanya hubungan timbal balik atau hubungan dua arah antara dua orang yang berperan sebagai komunikator (pemberi pesan) dan penerima pesan. Komunikasi bisa terjadi secara positif dan negatif. Komunikasi yang positif jika individu yang saling berkomunikasi menghasilkan bentuk kerja sama. Adapun komunikasi negatif jika individu yang saling berkomunikasi menghasilkan bentuk pertentangan atau permusuhan. c. Ciri-ciri dan bentuk hubungan sosial Menurut Soekanto, hubungan sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dapat kita identifikasikan melalui ciri-ciri yang nampak berupa: a. Ada pelaku lebih dari satu orang. b. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan pelaku. c. Ada komunikasi antar pelaku dengan memakai simbol-simbol dalam bentuk bahasa lisan maupun bahasa isyarat. d. Ada dimensi waktu (masa lalu, sekarang, dan masa datang) yang akan menentukan sikap aksi yang sedang berlangsung. Bentuk umum hubungan sosial (interaksi sosial) ada empat yaitu kerjasama, persaingan, konflik dan akomodasi (Soekanto, 1995: 77) sedangkan menurut Gillin dan Gillin (Soekanto, 1995: 77), Hubungan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses yang asosiatif dan disosiatif. Hubungan sosial asosiatif merupakan hubungan yang bersifat positif, artinya hubungan ini dapat mempererat atau memperkuat jalinan atau solidaritas kelompok. Adapun hubungan sosial disosiatif merupakan hubungan yang bersifat negatif, artinya hubungan ini dapat merenggangkan atau menggoyahkan jalinan atau solidaritas kelompok yang telah terbangun. Hubungan sosial asosiatif adalah proses interaksi yang cenderung menjalin kesatuan dan meningkatkan solidaritas anggota kelompok. Hubungan sosial asosiatif memiliki bentuk-bentuk terdiri atas kerjasama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi. a) Kerja sama Kerja sama dapat dilakukan paling sedikit oleh dua individu untuk mencapai suatu tujuan bersama. Di dalam mencapai tujuan bersama tersebut, pihak-pihak yang terlibat dalam kerja sama saling memahami kemampuan masing- masing dan saling membantu sehingga terjalin sinergi. Kerja sama dapat terjalin semakin kuat jika dalam melakukan kerja sama tersebut terdapat kekuatan dari luar yang mengancam. Ancaman dari pihak luar ini akan menumbuhkan semangat yang lebih besar karena selain para pelaku kerja sama akan berusaha mempertahankan eksistensinya, mereka juga sekaligus berupaya mencapai tujuan bersama. Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainya (yang merupakan outgroup- nya). Kerja sama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/perorangan lainnya. Fungsi Kerjasama digambarkan oleh Charles H.Cooley ”Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna. Kerja sama dapat dibedakan atas beberapa bentuk berikut, yaituL kerukunan, bargaining, 1) Kerukunan; merupakan bentuk kerja sama yang paling sederhana dan mudah diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat. Bentuk kerukunan, misalnya kegiatan gotong royong, musyawarah, dan tolong menolong. Contohnya gotongroyong membangun rumah, menolong korban becana, musyawarah dalam memilih kepanitiaan suatu acara di lingkungan RT. 2) Bargaining; merupakan bentuk kerja sama yang dihasilkan melalui proses tawar menawar atau kompromi antara dua pihak atau lebih untuk mencapai suatu kesepakatan. Bentuk kerja sama ini pada umumnya dilakukan di bidang perdagangan atau jasa. Contohnya kegiatan tawar menawar antara penjual dan pembeli dalam kegiatan perdagangan. 3) Kooptasi (cooptation); proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik suatu organisasi agar tidak terjadi keguncangan atau perpecahan di tubuh organisasi tersebut. Contohnya pemerintah akhirnya menyetujui penerapan hukum Islam di Nanggroe Aceh Darussalam yang semula masih pro kontra, untuk mencegah disintegrasi bangsa. 4) Koalisi (coalition); yaitu kombinasi antara dua pihak atau lebih yang bertujuan sama. Contohnya koalisi antara dua partai politik dalam mengusung tokoh yang dicalonkan dalam pilkada. 5) Joint venture; yaitu kerja sama antara pihak asing dengan pihak setempat dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu. Contohnya kerjasama antara PT Exxon mobil Co.LTD dengan PT Pertamina dalam mengelola proyek penambangan minyak di Blok Cepu. b. Akomodasi Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau sebagai suatu proses. Sebagai keadaan, akomodasi adalah suatu bentuk keseimbangan dalam interaksi antar individu atau kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma sosial dan nilai sosial yang berlaku. Sebagai proses, akomodasi menunjuk pada 14 usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. (Soekanto, 2002: 61) Menurut Gillin & Gillin (1964: 740) , Akomodasi adalah suatu pengertian yang digunakan para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi yang digunakan ahli biologi untuk suatu proses penyesuaian mahkluk hidup dengan alam sekitarnya. Tujuan akomodasi dapat berupa berbeda-beda , sesuai dengan situasi yang dihadapi, antara lain : a. Mengurangi pertentangan antara orang perorang/kelompok sebagai akibat perbedaan faham b. Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu/ temporer c. Untuk memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompokkelompok sosial yang hidupnya terpisah, sebagai akibat faktor sosial , psikologis, & kebudayaan d. Mengusahaakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang terpisah Menurut Profesor Hayes (2007:2) dalam American Journal of Sociology "Social Relations and Social Interaction.", konflik dan akomodasi adalah proses yang melibatkan jenis interaksi. Konflik muncul dari klaim yang saling bertentangan, dan akomodasi adalah proses di mana sebuah keseimbangan konflik melalui redefinisi klaim didirikan. Menrurut (Soekanto, 2002: 61), berikut ini 15 bentuk-bentuk akomodasi adalah: 1. Koersi (coercion); suatu bentuk akomodasi yang dilaksanakan karena adanya paksaan, baik secara fisik (langsung) ataupun secara psikologis (tidak langsung). Di dalam hal ini, salah satu pihak berada pada kondisi yang lebih lemah. Contoh: Koersi secara fisik adalah perbudakan dan penjajahan, sedangkan koersi secara psikologis contohnya tekanan negara-negara donor (pemberi pinjaman) kepada negara-negara kreditor dalam pelaksanaan syarat-syarat pinjaman. 2. Kompromi (compromize); suatu bentuk akomodasi di antara pihakpihak yang terlibat untuk dapat saling mengurangi tuntutannya agar penyelesaian masalah yang terjadi dapat dilakukan. Contohnya perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan gerakan separatis Aceh dalam hal menjaga stabilitas keamanan stabilitas keamanan di Aceh. 3. Arbitrasi (arbitration); suatu cara mencapai kesepakatan yang dilakukan antara dua pihak yang bertikai dengan bantuan pihak ketiga. Gillin dan Gillin mengelompokkan bentuk-bentuk akomodasi ke dalam dua kelompok besar yaitu coordinate accomodation di mana pihak-pihak sederajat kedudukan- nya; dan super-ordinate accomadation, di mana satu pihak lebih tinggi kedudukannya dari pihak lainnya. Pihak ketiga tersebut memiliki wewenang dalam penyelesaian sengketa dan biasanya merupakan suatu badan yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertikai. Contohnya penyelesaian pertikaian antara buruh dengan pemilik perusahaan oleh Dinas Tenaga Kerja. mediasi hampir sama dengan arbitrasi. Akan tetapi, dalam hal ini fungsi pihak ketiga hanya sebagai penengah dan tidak memiliki wewenang dalam penyelesaian sengketa. Contohnya mediasi yang dilakukan oleh pemerintah Finlandia dalam penyelesaian konflik antara pemerintah Indonesia dengan GAM. 4. Mediasi (mediation); mediasi hampir sama dengan arbitrasi. Akan tetapi, dalam hal ini fungsi pihak ketiga hanya sebagai penengah dan tidak memiliki wewenang dalam penyelesaian sengketa. Contohnya mediasi yang dilakukan oleh pemerintah Finlandia dalam penyelesaian konflik antara pemerintah Indonesia dengan GAM. 5. Konsiliasi (conciliation); yaitu usaha mempertemukan keinginan dari beberapa pihak yang sedang berselisih demi tercapainya tujuan bersama. Contohnya konsultasi antara pengusaha angkutan dengan Dinas Lalu Lintas dalam penetapan tarif angkutan. 6. Toleransi (tolerance); suatu bentuk akomodasi yang dilandasi sikap saling menghormati kepentingan sesama sehingga perselisihan dapat dicegah atau tidak terjadi. Dalam hal ini, toleransi timbul karena adanya kesadaran masing- masing individu yang tidak direncanakan. (Soekanto, 2002:61) 7. Stalemate; suatu keadaan perselisihan yang berhenti pada tingkatan tertentu. Keadaan ini terjadi karena masing- masing pihak tidak dapat lagi maju ataupun mundur (seimbang). Hal ini menyebabkan masalah yang terjadi akan berlarut-larut tanpa ada penyelesaiannya. Contohnya perselisihan antara negara Amerika Serikat dengan negara Iran terkait dengan isu nuklir. 8. Pengadilan (adjudication); merupakan bentuk penyelesaian perkara atau perselisihan di pengadilan oleh lembaga negara melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku.Contohnya penyelesaian kasus sengketa tanah di pengadilan. c. Asimilasi Asimilasi adalah proses sosial yang timbul apabila ada kelompok masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara interaktif dalam jangka waktu lama. Dengan demikian, lambat laun kebudayaan asli akan berubah sifat dan wujudnya menjadi kebudayaan baru yang merupakan perpaduan kebudayaan dan masyarakat dengan tidak lagi membedabedakan antara unsur budaya lama dengan kebudayaan baru. (Soekanto, 2002: 60) Asimilasi, dimana kontrol sosial adalah konsolidasi, biasanya sudah dianggap sebagai proses di mana budaya homogenitas dihasilkan. homogenitas Budaya, tetapi tidak pernah adalah mutlak atau hampir mutlak di kelompok ditemukan di dunia beradab, bahkan diragukan apakah ada kecenderungan untuk mendekati homogenitas budaya dapat didalilkan. Asimilasi adalah proses di mana orang-orang datang ke, atau terus merasa di rumah di hadapan masing-masing, di agak dengan cara yang sama di mana seseorang datang merasa di rumah dalam lingkungan fisik tertentu. (Profesor Hayes ,2007: 2) Menurut Profesor Hayes (2007: 2) Asimilasi, adalah istilah yang menunjuk hasil dari proses sosial atau proses kombinasi. Perbedaan yang ia berusaha untuk membuat di sini adalah inti dari seluruh pertanyaan dari satu sudut pandang, seperti yang akan kita tunjukkan saat ini. Di sini kita hanya dapat mencatat bahwa istilah asimilasi, karena kebiasaan bahasa yang mewujudkan, dapat diambil baik sebagai kegiatan atau sebagai hasil dari suatu kegiatan. Proses ini ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang ada. Proses asimilasi bisa timbul jika ada: 1. kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya; 2. orang perorangan sebagai anggota kelompok saling bergaul secara intensif, langsung, dan dalam jangka waktu yang lama; 3. kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan. Contohnya perkawinan antarsuku sehingga terjadi pembauran dari kebudayaan masing-masing individu sehingga muncul kebudayaan baru. Asimilasi terjadi dikarenakan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor pendukung dan faktor penghambat proses asimilasi.  Faktor pendukung proses asimilasi adalah 1. Adanya toleransi dan saling keterbukaan untuk saling menghargai dan menerima unsur-unsur kebudayaan lain. 2. Adanya sikap saling menghargai orang asing dan kebudayannya. 3. Adanya kesamaan harkat dan tingkat unsur kebudayaan. 4. Adanya upaya untuk saling menerima dan saling memberi dari unsur kebudayaan atas kerjasama yang saling menguntungkan.  Faktor penghambat proses asimilasi adalah 1. Adanya kelompok masyarakat yang terisolir. 2. Adanya diskriminasi dan ketidakadilan 3. Adanya kecurigaan dan kecemburuan social terhadap kelompok lain 4. Primodialisme 5. Adanya perbedaan yang sangat mencolok, seperti perbedaan cirri-ciri ras, suku dan lain sebagainya. d. Akulturasi Menurut Soerjono Soekanto (2002: 60), Akulturasi adalah suatu keadaan diterimanya unsur-unsur budaya asing ke dalam kebudayaan sendiri. Diterimanya unsur-unsur budaya asing tersebut berjalan secara lambat dan disesuaikan dengan kebudayaan sendiri, sehingga kepribadian budaya sendiri tidak hilang. Akulturasi juga diartikan sebagai pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur kebudayaan yang berasal dari pertemuan dua atau beberapa kebudayaan yang saling berhubungan atau saling betemu. DeVito (1997:479), akulturasi mengacu pada proses di mana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung dengan kultur lain. Proses akulturasi dapat dengan mudah terjadi di suatu daerah karena adanya interaksi sosial yang baik antara si pembawa kebudayaan dan si pendukung kebudayaan. Namun, jika proses akulturasi tersebut terjadi di suatu daerah yang memegang teguh terhadap ideology ataupun kepercayaan dengan amat sangat fanatiknya, maka unsur kebudayaan tidak dapat diterima disana karena di anggap tidak sesuai bahkan bertentang dengan kepercayaannya. Proses akulturasi dapat terwujud jika kebudayaan itu di anggap bermanfaat bagi masyarakat pendukung (si penerima) kebudayaan tersebut dan sesuai dengan kebudayaan yang telah mereka miliki. Budaya luar yang dimaksud adalah budaya yang dibawa oleh pejabat-pejabat pasar dalam menghadapi pedagang. Tentunya pedagang juga mempunyai budaya dasar yang sudah kental dan tidak bisa dirubah-rubah. Begitu sebaliknya dengan budaya-budaya pejabat. Tapi pergaulan tersebut disesuaikan dengan kebudayaan sendiri, sehingga kepribadian budaya sendiri tidak hilang. Dalam penelitian ini berusaha melihat bentuk akulturasi yang terjadi yaitu cara bersikap yang terjadi antara pedagang dengan pejabat pasar jika bertemu dan saling bertukar informasi ketika terjalin suatu kontak maupun komunikasi. II. Bentuk-Bentuk Hubungan Disosiatif a) Persaingan; adalah suatu proses sosial yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam usahanya mencapai keuntungan tertentu tanpa adanya ancaman atau kekerasan dari para pelaku. b) Kontravensi; merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan dengan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap orang atau unsur-unsur budaya kelompok lain. Sikap tersembunyi tersebut dapat berubah menjadi kebencian, namun tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian. Bentuk kontravensi, misalnya berupa perbuatan menghalangi, menghasut, memfitnah, berkhianat, provokasi, dan intimidasi. c) Pertentangan/Perselisihan; adalah suatu proses sosial di mana individu atau kelompok menantang pihak lawan dengan ancaman dan atau kekerasan untuk mencapai suatu tujuan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan sosial adalah hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok,dan antar orang dengan kelompok. Proses hubungan sosial dapat terjadi secara langsung dengan tatap muka maupun secara tidak langsung. Syarat-syarat Terjadinya Hubungan Sosial meliputi 1) adanya Kontak Sosial dan 2) adanya Komunikasi. Dalam penelitian ini hubungan sosial yang dimaksud adalah bentuk hubungan sosial yang bersifat assosiatif karena merupakan termasuk proses interaksi yang cenderung menjalin kesatuan dan meningkatkan solidaritas anggota kelompok. Di dalam mencapai tujuan bersama, pihak-pihak yang terlibat dalam kerja sama saling memahami kemampuan masing- masing dan saling membantu sehingga terjalin sinergi. b. Pemerintah Dalam perspe Pembangunan secara umum yaitu ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik (Deddy S. Bratakusumah, 2005). Perubahan kearah yang lebih baik yang dimaksud adalah perubahan dari segi fisik pasar tradisional yang lebih tertata rapi dan dari segi organisasi pasar tradisional itu sendiri. Teori Solidaritas Sosial Teori solidaritas sosial merupakan teori sentral Emile Durkheim (1858- 1917) dalam mengembangkan teori sosiologi. Durkheim (dalam Lawang, 1994: 181) menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka. Menurut Durkheim, berdasarkan hasilnya, solidaritas dapat dibedakan antara solidaritas positif dan solidaritas negatif. Solidaritas negatif tidak menghasilkan integrasi apapun, dan dengan demikian tidak memiliki kekhususan, sedangkan solidaritas positif dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri: (1) yang satu mengikat individu pada masyarakat secara langsung, tanpa perantara. Pada solidaritas positif yang lainnya, individu tergantung dari masyarakat, karena individu tergantung dari bagian-bagian yang membentuk masyarakat tersebut, (2) solidaritas positif yang kedua adalah suatu sistem fungsi-fungsi yang berbeda dan khusus, yang menyatukan hubungan-hubungan yang tetap, walaupun sebenarnya kedua masyarakat tersebut hanyalah satu saja. Keduanya hanya merupakan dua wajah dari satu kenyataan yang sama, namun perlu dibedakan, (3) dari perbedaan yang kedua itu muncul perbedaan yang ketiga, yang akan memberi ciri dan nama kepada kedua solidaritas itu. Ciri-ciri tipe kolektif tersebut adalah individu merupakan bagian dari masyarakat yang tidak terpisahkan, tetapi berbeda peranan dan fungsinya dalam masyarakat, namun masih tetap dalam satu kesatuan. Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim melihat bahwa masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern. Salah satu komponen utama masyarakat yang menjadi pusat perhatian Durkheim dalam memperhatikan perkembangan masyarakat adalah bentuk solidaritas sosialnya. Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas sosial yang berbeda dengan bentuk solidaritas sosial pada masyarakat modern. Masyarakat sederhana mengembangkan bentuk solidaritas sosial mekanik, sedangkan masyarakat modern mengembangkan bentuk solidaritas sosial organik. Jadi, berdasarkan bentuknya, solidaritas sosial masyarakat terdiri dari dua bentuk yaitu: (1) Solidaritas Sosial Mekanik, dan (2) Solidaritas Sosial Organik. a. Solidaritas Mekanik Pandangan Durkheim mengenai masyarakat adalah sesuatu yang hidup, masyarakat berpikir dan bertingkah laku dihadapkan kepada gejal-gejala sosial atau fakta-fakta sosial yang seolah-olah berada di luar individu. Fakta sosial yang berada di luar individu memiliki kekuatan untuk memaksa. Pada awalnya, fakta sosial berasal dari pikiran atau tingkah laku individu, namun terdapat pula pikiran dan tingkah laku yang sama dari individu-individu yang lain, sehingga menjadi tingkah laku dan pikiran masyarakat, yang pada akhirnya menjadi fakta sosial. Fakta sosial yang merupakan gejala umum ini sifatnya kolektif, disebabkan oleh sesuatu yang dipaksakan pada tiap-tiap individu. Dalam masyarakat, manusia hidup bersama dan berinteraksi, sehingga timbul rasa kebersamaan diantar mereka. Rasa kebersamaan ini milik masyarakat yang secara sadar menimbulkan perasaan kolektif. Selanjutnya, perasaan kolektif yang merupakan akibat (resultant) dari kebersamaan, merupakan hasil aksi dan reaksi diantara kesadaran individual. Jika setiap kesadaran individual itu menggemakan perasaan kolektif, hal itu bersumber dari dorongan khusus yang berasal dari perasaan kolektif tersebut. Pada saat solidaritas mekanik memainkan peranannya, kepribadian tiap individu boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri indvidu lagi, melainkan hanya sekedar mahluk kolektif. Jadi masing-masing individu diserap dalam kepribadian kolektif. Argumentasi Durkheim, diantaranya pada kesadaran kolektif yang berlainan dengan dari kesadaran individual terlihat pada tingkah laku kelompok. Solidaritas mekanik tidak hanya terdiri dari ketentuan yang umum dan tidak menentu dari individu pada kelompok, kenyataannya dorongan kolektif terdapat dimana-mana, dan membawa hasil dimana-mana pula. Dengan sendirinya, setiap kali dorongan itu berlangsung, maka kehendak semua orang bergerak secara spontan dan seperasaan. Terdapat daya kekuatan sosial yang hakiki yang berdasarkan atas kesamaan-kesamaan sosial, tujuannya untuk memelihara kesatuan sosial. Hal inilah yang diungkapkan oleh hukum bersifat represif (menekan). Pelanggaran yang dilakukan individu menimbulkan reaksi terhadap kesadaran kolektif, terdapat suatu penolakkan karena tidak searah dengan tindakan kolektif. Tindakan ini dapat digambarkan, misalnya tindakan yang secara langsung mengungkapkan ketidaksamaan yang menyolok dengan orang yang melakukannya dengan tipe kolektif, atau tindakan-tindakan itu melanggar organ hati nurani umum. b. Solidaritas Organik Solidaritas organik berasal dari semakin terdiferensiasi dan kompleksitas dalam pembagian kerja yang menyertai perkembangan sosial. Durkheim merumuskan gejala pembagian kerja sebagai manifestasi dan konsekuensi perubahan dalam nilai-nilai sosial yang bersifat umum. Titik tolak perubahan tersebut berasal dari revolusi industri yang meluas dan sangat pesat dalam masyarakat. Menurutnya, perkembangan tersebut tidak menimbulkan adanya disintegrasi dalam masyarakat, melainkan dasar integrasi sosial sedang mengalami perubahan ke satu bentuk solidaritas yang baru, yaitu solidaritas organik. Bentuk ini benar-benar didasarkan pada saling ketergantungan di antara bagian-bagian yang terspesialisasi. Pertambahan jumlah penduduk yang menimbulkan adanya “kepadatan penduduk” merupakan kejadian alam, namun disertai pula dengan gejala sosial yang lain, yaitu “kepadatan moral” masyarakat (Veeger, 1985:149). Menurut Veeger, terjadinya pertambahan penduduk (perubahan demografik) akan disertai oleh pertambahan frekuensi komunikasi dan interaksi antara para anggota, maka makin besarlah jumlah orang yang menghadapi masalah yang sama. Selain itu, kompetisi untuk mempertahankan hidup semakin memperbesar persaingan diantara mereka dalam mendapatkan sumber-sumber yang semakin terbatas. Kondisi ini selanjutnya menimbulkan masyarakat yang pluralistis, dimana antar hubungan lebih banyak diatur berdasarakan pembagian kerja. Mereka mulai mengadakan kompromi dan pembagian yang memberikan ruang hidup kepada jumlah orang yang lebih besar. “Kepadatan moral” itu merupakan suatu konsep yang tidak bercorak alami, melainkan budaya, karena manusia sendiri yang membentuk masyarakat yang dikehendakinya. Heterogenitas yang semakin beragam ini tidak menghancurkan solidaritas sosial. Sebaliknya, karena pembagian kerja semakin tinggi, individu dan kelompok dalam masyarakat merasa semakin tergantung kepada pihak lain yang berbeda pekerjaan dan spesialisasinya. Peningkatan terjadi secara bertahap, saling ketergantungan fungsional antar pelbagai bagian masyarakat yang heterogen itu mengakibatkan terjadi suatu pegeseran dalam tata nilai masyarakat, sehingga menimbulkan kesadaran individu baru. Bukan pembagian kerja yang mendahului kebangkitan individu, melainkan sebaliknya perubahan dalam diri individu, di bawah pengaruh proses sosial mengakibatkan pembagian kerja semakin terdiferensiasi. Kesadaran baru yang mendasari masyarakat modern lebih berpangkal pada individu yang mulai mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang lebih terbatas dalam masyarakat dan mereka tetap mempunyai kesadaran kolektif yang terbatas pada kelompoknya saja, contohnya yang sesuai dengan pekerjaannnya saja. Corak kesadaran kolektif lebih bersifat abstrak dan universal. Mereka membentuk solidaritas dalam kelompok-kelompok kecil, yang dapat bersifat mekanik. Kelompok-kelompok kecil ini mempunyai tujuan yang sama dan mempunya komitmen yang sangat kuat. Menurut Emile Durkheim, solidaritas sosial adalah “kesetiakawanan yang menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama”. Solidaritas sosial menurutnya, sebagaimana yang telah diungkapkan, di bagi menjadi dua yaitu: pertama, mekanik adalah solidaritas sosial yang didasarkan pada suatu “kesadaran kolektif” (collective consciousness) bersama yang menunjuk pada totalitas kepercayaankepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama itu. Yang ikatan utamanya adalah kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral. Sedangkan yang kedua, organik adalah solidaritas yang muncul dari ketergantungan antara individu atau kelompok yang satu dengan yang lainnya akibat spesialisasi jabatan (pembagian kerja). Dalam pembagian kerja ini hubungan-hubungan akan terjalin kuat dengan adanya kerja sama antar komponen. Komponen-komponen tersebut membentuk suatu kontak sosial dan komunikasi sosial sebagai kesadaran kolektif bersama untuk menjalin solidaritas bersama. 3. Penelitian Terdahulu 1) Dwi Wardani ( 2001), dalam penelitiannya mengenai Pola hubungan sosial masyarakat Desa Kaliancar. Dalam suatu masyarakat pasti terjadi interaksi diantara anggota-anggotanya, dimana dalam suatu interaksi sosial memuat kerjasama, persaingan, konflik yang munkin terjadi diantara masyarakat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam tentang bagaimana cara pola hubungan interaksi social yang terjadi di Desa Kaliancar, dimana interaksi yang dilakukan ini akan berfungsi terhadap konformitas penyesuaian kembali terhadap nilai-nilai sosial budaya yang ada di Desa Kaliancar. Penelitian ini bersifat kualitatif. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Teknik penumpulan data dalam penelitian ini adalah wawncara secara mendalam, observasi dan dokumentasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive sampling dengan perincian sebagai berikut Warga asli Desa Kaliancar, Warga pendatang, dan Tokoh masyarakat Desa Kaliancar. Jenis triangulasi yang digunakan untuk mencapai suatu validitas data dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data. Triangulasi sumber data ini digunakan untuk pengumpulan data sejenis dengan menggunakan sumber data yang berbeda. Sedangkan teknik analisa datanya yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa interaksi dalam komunitas masyarakat Desa Kaliancar ini terjalin secara insentif diantara berbagai pihak dalam masyarakat Desa Kaliancar. Masyarakat Desa Kaliancar sagat menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan kerjasama antar warga terutama yang mencakup tentang pelaksanaan nilai-nilai social budaya yang ada di Desa Kaliancar ini yakni sambatan, bersih desa atau kerja bakti serta kegiatan tradisional lainnya yang memiliki nilai-nilai kebersamaan dan kerjasama. Interaksi ini dilandasi ini oleh adanya kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan hidup bersama bagi masyarakat harmonis, nyaman, tenang dan damai. Kerjasama yang terjadi dalam masyarakat desa Kaliancar ini adalah saling membantu apabila ada satu warga lain di Desa Kaliancar ini membutuhkan bantuan, kegiatan gotong royong dan kerjasama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari nafas kehidupan masyarakat desa Kaliancar. Sedangkan persaingan yang baik daam rangka usaha untuk meningkatkan taraf hidup kehidupan ekonomi. Dalam hal ini dapat menimbulkan konflik laten yang tak terlihat. Dalam hal ini masyarakat Desa Kaliancar memiliki cara tersendiri untuk menghindari konflik yaitu dengan cara toleransi dan menghormati hak yang dimiliki oleh warga lain. Nilai-nilai social budaya dianggap sebagai denyut nadi kehidupan masyarakat. 2) B. PabJan (2005), dalam penelitiannya mengenai “Me a s ur i ng The S o c i al Re l at i on s : S o c i al Di s t an c e in S o c i al St ru c t ur e – A s t u d y o f P r i s o n C o m m u n i t y ” (Mengukur Hubungan sosial: Jarak Sosial Dalam Struktur Sosial- Sebuah Studi Komunitas Penjara): Poland Journal of Sociology vol.36 (2005). Dalam suatu komunitas pasti terjadi hubungan sosial diantara anggota-anggotanya, dimana dalam suatu hubungan sosial memuat persaingan, konflik yang mungkin terjadi diantara komunitas penjara tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana hubungan sosial (interaksi antar-subjektif) membentuk dinamika masyarakat penjara dan bagaimana pengaruh makro-sistem sosial sistemmikro dan individu. Sifat spesifik dari hubungan sosial merupakan faktor konstitutif untuk berbagai jenis kelompok dan perilaku orang. Untuk menjelajahi hubungan sosial sangat penting setidaknya untuk dua alasan. Hal ini memungkinkan untuk menjelaskan dinamika sistem sosial (bagaimana indikator interaksi, micromotives bentuk sistem sosial), dan pengaruh dari sistem-makro pada individu (bagaimana bentuk sistem sosial dunia-mikro). Interaksi lokal (hubungan mikro-tingkat) adalah fondasi mikro macropatterns di tingkat relasional. Penelitian yang didasarkan pada penelitian kami dilakukan di 17 penjara di Polandia pada tahun 2003, 2004 dan 2005. Ada sekitar 2000 tahanan dalam sampel. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana hubungan sosial (interaksi antarsubjektif) membentuk dinamika masyarakat penjara dan bagaimana pengaruh makro-sistem sosial sistem-mikro dan individu. Sifat spesifik dari hubungan sosial merupakan faktor konstitutif untuk berbagai jenis kelompok dan perilaku orang. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Secara umum masyarakat penjara terdiri dari dua kelompok: kelompok subkultur dan kelompok non-subkultur (tidak termasuk staf administrasi dan penjaga). Kedua kelompok memiliki sistem terpisah dua yang berbeda dan untuk beberapa hal hubungan kelompok. Mereka membentuk sistem komunikasi yang berbeda dan hubungan sosial. Kelompok subkultur menciptakan sistem normatif lebih jelas yang menentukan hubungan sosial mereka. Struktur didasarkan pada perbedaan kekuasaan, kontrol dan sedang dibuat melalui hubungan sosial. Untuk memahami perubahan dari satu relasi sosial harus mempertimbangkan kondisi penjara (model penjara) selama periode totaliter. Hubungan sosial tertentu adalah hasil dari suatu lingkungan sosial bermusuhan: solidaritas tingkat tinggi di kelompok terhadap institusi itu, para penjaga, norma-norma sosial yang sangat kuat dan kontrol sosial, beragam kepentingan bersama dari individu-individu dan kelompok. Sebagai konsekuensi hubungan dalam kelompok yang kuat, menciptakan hubungan minat yang kuat baik dan dasi ekspresif dan mengintensifkan solidaritas kelompok. Karena memang sudah disebutkan, semua proses tersebut didasarkan pada hubungan sosial. Lingkungan pasar bebas merangsang penurunan solidaritas kelompok dan meningkatkan mengejar kepentingan pribadi mereka. C. Analisis Penelitian tentang modernisasi di Indonesia yang dilakukan oleh Sajogyo (1982) dan Dove (1988) mengupas dampak modernisasi di beberapa wilayah Indonesia. Hasil penelitian keduanya menunjukkan dampak negatif modernisasi di daerah pedesaan. Dove mengulas lebih jauh kegagalan modernisasi sebagai akibat benturan dua budaya yang berbeda dan adanya kecenderungan penghilangan kebudayaan lokal dengan nilai budaya baru. Dove dalam penelitiannya membagi dampak modernisasi menjadi empat aspek yaitu ideologi, ekonomi, ekologi dan hubungan sosial. Aspek ideologi sebagai kegagalan modernisasi mengambil contoh di daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Penelitian Dove menunjukkan bahwa modernisasi yang terjadi pada Suku Wana telah mengakibatkan tergusurnya agama lokal yang telah mereka anut sejak lama dan digantikan oleh agama baru. Modernisasi seolah menjadi sebuah kekuatan dahsyat yang mampu membelenggu kebebasan asasi manusia termasuk di dalamnya kebebasan beragama. Pengetahuan lokal masyarakat juga menjadi sebuah komoditas jajahan bagi modernisasi. Pengetahuan lokal yang sebelumnya dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat harus serta merta digantikan oleh pengetahuan baru yang dianggap lebih superior. Sajogyo membahas proses modernisasi di Jawa yang menyebabkan perubahan budaya masyarakat. Masyarakat Jawa dengan tipe ekologi sawah selama ini dikenal dengan “budaya padi” menjadi “budaya tebu”. Perubahan budaya ini menyebabkan perubahan pola pembagian kerja pria dan wanita. Munculnya konsep sewa lahan serta batas kepemilikan lahan minimal yang identik dengan kemiskinan menjadi berubah. Pola perkebunan tebu yang membutuhkan modal lebih besar dibandingkan padi menyebabkan petani menjadi tidak merdeka dalam mengusahakan lahannya. Pola hubungan antara petani dan pabrik gula cenderung lebih menggambarkan eksploitasi petani sehingga semakin memarjinalkan petani. Dampak pembangunan terhadap hubungan sosial dapat dilihat pada dampak pembangunan industri terhadap pola kehidupan keluarga dari unit terkecil sub sistem social. Sebelum industrialisasi pola kehidupan keluarga yang berpusat pada keluarga batih dan hubungan kekerabatan yang erat dengan keluarga luas (extended family). Setelah terjadi industrialisasi maka muncul gejala-gejala antara lain: (1) kebebasan memilih/melakukan perkawinan, (2) perkawinan antara keluarga/family berkurang. D. Pergeseran hubungan sosial Hasil penelitian bahwa pedagang yang saat ini merasakan dampak dari kehadiran objek wisata Ancol Theme Park menyangkut pada kondisi sosial dan ekonomi terkait pada pendapatan mereka yang saat ini menurun. Selain itu terlihat pula adanya perubahan pada pola hubungan antara sesama pedagang, pedagang dengan pengunjung wisata, maupun pedagang dengan masyarakat setempat, dan lain sebagainya dilihat dari segi positif dan negatifnya. Ada juga dampak yang muncul yaitu pada bentuk kekuasaan pada pihak Theme Park dalam menetapkan peraturan-peraturan yang harus dijalankan oleh para pedagang misalnya saja pada saat hari raya besar Capgomeh yang umumnya dirayakan pada malam hari, saat-saat seperti inilah yang dinantikan oleh para pedagang dalam memperoleh penghasilan yang besar, sementara itu pihak Theme Park menetapkan untuk melaksanakan penutupan pintu gerbang masuk utama menuju lokasi objek wisata yang akhirnya mematahkan harapan para pedagang yang akan memperoleh income besar pada malam perayaan hari besar tersebut. Kehadiran Theme Park. Tidak hanya itu, dampak yang dirasakan oleh masyarakat mendatangkan berbagai konflik yang berbentuk protes dari masyarakat terhadap pihak-pihak yang terkait. Dalam bidang pertanian, perubahanperubahan sosial petani akibat dari modernisasi adalah dengan diperkenalkannya mesin-mesin,seperti mesin penuai dan traktor tangan telah menghilangkan mata pencaharian penduduk yang selama ini mendapatkan upah dari menuai. Kemudian, pemakaian traktor tangan telah menggantikan tenaga kerbau, sehingga sebagaian besar petani tidak lagi berternak kerbau. Untuk kasus ini, hasil penelitian Scott tentang petani di Sedaka, Malaysia, diuraikan dengan cermat bagaimana penggunaan teknologi itu telah merubah hubungan sosial di Malaysia. Scott memberikan contoh tentang digunakannya mesin pemanen dan perontok padi, kemudian pemilik tanah memutuskan hubungan dengan pekerja. Putusnya hubungan antara pemilik tanah dan para pekerja membuat perbedaan antara kelas kaya dan miskin semakin nyata. Mesin juga telah merubah orientasi para tuan tanah, dari anggapan usaha sebagai salah satu fungsi sosial menjadi kerja sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan (Scott, 2000: 202).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar