A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang direncanakan dan dikehendaki. Pembangunan terkadang menyangkut satu bidang kehidupan saja, namun juga dilakukan secara simultan terhadap berbagai kehidupan yang saling berkaitan. Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia selama ini tidak lepas dari pendekatan modernisasi. Asumsi modernisasi sebagai jalan satu-satunya dalam
pembangunan menyebabkan beberapa permasalahan baru yang hingga kini menjadi masalah krusial Bangsa Indonesia. Di samping tujuan-tujuan yang ditencanakan dan dikendaki tidak mustahil pembangunan mengakibatkan terjadinya dampak pada sistem kemasyarakatan, misalnya pada pergeseran hubungan sosial.
B. Permasalahan
C. Teori Terkait
1. Pembangunan
2. Hubungan Sosial (Interaksi Sosial)
a. Pengertian hubungan sosial
Hubungan sosial (Interaksi Sosial) menurut Sutherland kriminolog sosiologi, sebagaimana dikutip oleh Wila Huky (1986), merupakan saling pengaruh mempengaruhi secara dinamis antar kekuatan-kekuatan dalam mana kontak di antara pribadi dan kelompok menghasilkan perubahan sikap dan tingkah laku daripada partisipan. Jika manusia tidak dapat memuaskan kebutuhan-kebutuhan tertentu oleh dirinya sendiri, maka hal ini dapat mendorong timbulnya organisasi formal, institusi, dan birokrasi.
Secara umum, hubungan sosial merupakan proses pokok dalam masyarakat yang timbul kalau ada kontak-kontak sosial di antara sesama. Kontak sosial hanya terjadi bila ada komunikasi yang dalam di antara mereka. Menurut Gillin dan Gillin (Soekanto:1995:67), hubungan sosial adalah hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok,dan antar orang dengan kelompok. Hubungan sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau interstimulasi dan respons antar individu, antar kelompok atau antar individu dan kelompok. Hubungan sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial.
Berdasarkan definisi di atas maka, penulis dapat menyimpulkan bahwa hubungan sosial adalah suatu hubungan antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun atar individu dan kelompok. Proses hubungan sosial akan terjadi pada saat ada dua individu atau lebih yang saling mengadakan kontak sosial maupun komunikasi.
b. Syarat-syarat terjadinya hubungan sosial (interaksi sosial)
Goode (Soekanto:1995:71) menguraikan syarat-syarat terjadinya hubungan sosial meliputi kontak sosial dan komunikasi.
a) Kontak sosial
Pengertian kontak berasal dari bahasa Latin, yaitu “cun” atau “cum” yang berarti bersama, dan tango yang berarti menyentuh. Jadi, secara harfiah istilah kontak artinya bersama-sama menyentuh. Dengan demikian, secara fisik suatu kontak akan terjadi apabila terjadi hubungan badaniah. Namun, dalam gejala sosial pengertian kontak sosial tidak hanya terbatas pada terjalinnya suatu hubungan secara fisik saja. Ketika kita berteriak memanggil teman yang ada di seberang jalan, atau ketika kita sedang menulis atau membaca sms dari orang lain, berarti sudah terjadi kontak sosial. Bahkan kemajuan teknologi juga telah mengubah pengertian kontak sosial, di mana kontak sosial tidak harus terjadi melalui sentuhan fisik.
Berdasarkan proses berlangsungnya, kontak sosial dapat dibedakan
menjadi dua yakni kontakprimer dan kontak sekunder. Kontak primer terjadi secara langsung bertatapan muka, baik melalui persentuhan fisik maupun tidak, misalnya berjabat tangan, berbicara, bahasa isyarat, tersenyum. Kontak sekunder, terjadi secara tidak langsung menggunakan media tertentu, misalnya melalui TV, telepon, dan lain-lain. Berdasarkan jumlah individu yang terlibat di dalamnya, kontak sosial dapat dibedakan: kontak antar individu, kontak antar kelompok serta kontek individu dengan kelompok. Kontak antar individu. Contohnya: kontak antara guru dengan guru, antara penjual dengan pembeli, dan lain-lain. Kontak antar kelompok contohnya pertandingan sepak bola yang mempertemukan dua tim sepak bola, pertandingan voli, perlombaan cerdas cermat, dan lain-lain. Kontak antara individu dengan kelompok, contohnya guru sedang mengajar murid-muridnya, penceramah dengan peserta seminar, dan lain-lain.
b) Komunikasi sosial
Komunikasi Sosial adalah adanya tanggapan atau reaksi seseorang
terhadap suatu tindakan tertentu dari orang lain. Dalam hal ini komunikasi terjadi setelah adanya kontak sosial. Namun, belum tentu terjadinya kontak social berlanjut pada komunikasi. Ketika kalian melemparkan senyuman kepada seseorang dan orang tersebut tidak menanggapi sama sekali, hal tersebut menunjukkan bahwa kontak sosial tidak menghasilkan komunikasi. Jadi,komunikasi lebih menunjukkan adanya hubungan timbal balik atau hubungan dua arah antara dua orang yang berperan sebagai komunikator (pemberi pesan) dan penerima pesan. Komunikasi bisa terjadi secara positif dan negatif. Komunikasi yang positif jika individu yang saling berkomunikasi menghasilkan bentuk kerja sama. Adapun komunikasi negatif jika individu yang saling berkomunikasi menghasilkan bentuk pertentangan atau permusuhan.
c. Ciri-ciri dan bentuk hubungan sosial
Menurut Soekanto, hubungan sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dapat kita identifikasikan melalui ciri-ciri yang nampak berupa:
a. Ada pelaku lebih dari satu orang.
b. Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan tersebut dengan yang diperkirakan pelaku.
c. Ada komunikasi antar pelaku dengan memakai simbol-simbol dalam bentuk bahasa lisan maupun bahasa isyarat.
d. Ada dimensi waktu (masa lalu, sekarang, dan masa datang) yang akan menentukan sikap aksi yang sedang berlangsung.
Bentuk umum hubungan sosial (interaksi sosial) ada empat yaitu kerjasama, persaingan, konflik dan akomodasi (Soekanto, 1995: 77) sedangkan menurut Gillin dan Gillin (Soekanto, 1995: 77), Hubungan sosial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses yang asosiatif dan disosiatif. Hubungan sosial asosiatif merupakan hubungan yang bersifat positif, artinya hubungan ini dapat mempererat atau memperkuat jalinan atau solidaritas kelompok. Adapun hubungan sosial disosiatif merupakan hubungan yang bersifat negatif, artinya hubungan ini dapat merenggangkan atau menggoyahkan jalinan atau solidaritas kelompok yang telah terbangun. Hubungan sosial asosiatif adalah proses interaksi yang cenderung menjalin
kesatuan dan meningkatkan solidaritas anggota kelompok. Hubungan sosial
asosiatif memiliki bentuk-bentuk terdiri atas kerjasama, akomodasi, asimilasi dan akulturasi.
a) Kerja sama
Kerja sama dapat dilakukan paling sedikit oleh dua individu untuk mencapai suatu tujuan bersama. Di dalam mencapai tujuan bersama tersebut, pihak-pihak yang terlibat dalam kerja sama saling memahami kemampuan masing- masing dan saling membantu sehingga terjalin sinergi. Kerja sama dapat terjalin semakin kuat jika dalam melakukan kerja sama tersebut terdapat kekuatan dari luar yang mengancam. Ancaman dari pihak luar ini akan menumbuhkan semangat yang lebih besar karena selain para pelaku kerja sama akan berusaha mempertahankan eksistensinya, mereka juga sekaligus berupaya mencapai tujuan bersama. Kerja sama timbul karena orientasi orang-perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainya (yang merupakan outgroup- nya).
Kerja sama akan bertambah kuat jika ada hal-hal yang menyinggung anggota/perorangan lainnya. Fungsi Kerjasama digambarkan oleh Charles H.Cooley ”Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta penting dalam kerjasama yang berguna.
Kerja sama dapat dibedakan atas beberapa bentuk berikut, yaituL kerukunan, bargaining,
1) Kerukunan; merupakan bentuk kerja sama yang paling sederhana dan
mudah diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat. Bentuk kerukunan, misalnya
kegiatan gotong royong, musyawarah, dan tolong menolong. Contohnya gotongroyong
membangun rumah, menolong korban becana, musyawarah dalam
memilih kepanitiaan suatu acara di lingkungan RT.
2) Bargaining; merupakan bentuk kerja sama yang dihasilkan melalui proses tawar menawar atau kompromi antara dua pihak atau lebih untuk mencapai suatu kesepakatan. Bentuk kerja sama ini pada umumnya dilakukan di bidang perdagangan atau jasa. Contohnya kegiatan tawar menawar antara penjual dan pembeli dalam kegiatan perdagangan.
3) Kooptasi (cooptation); proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik suatu organisasi agar tidak terjadi keguncangan atau perpecahan di tubuh organisasi tersebut. Contohnya pemerintah akhirnya menyetujui penerapan hukum Islam di Nanggroe Aceh Darussalam yang semula masih pro kontra, untuk mencegah disintegrasi bangsa.
4) Koalisi (coalition); yaitu kombinasi antara dua pihak atau lebih yang bertujuan sama. Contohnya koalisi antara dua partai politik dalam mengusung tokoh yang dicalonkan dalam pilkada.
5) Joint venture; yaitu kerja sama antara pihak asing dengan pihak
setempat dalam pengusahaan proyek-proyek tertentu. Contohnya kerjasama antara PT Exxon mobil Co.LTD dengan PT Pertamina dalam mengelola proyek penambangan minyak di Blok Cepu.
b. Akomodasi
Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan atau sebagai suatu
proses. Sebagai keadaan, akomodasi adalah suatu bentuk keseimbangan dalam
interaksi antar individu atau kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma
sosial dan nilai sosial yang berlaku. Sebagai proses, akomodasi menunjuk pada
14
usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usaha-usaha
untuk mencapai kestabilan. (Soekanto, 2002: 61)
Menurut Gillin & Gillin (1964: 740) , Akomodasi adalah suatu pengertian
yang digunakan para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam
hubungan sosial yang sama artinya dengan pengertian adaptasi yang digunakan
ahli biologi untuk suatu proses penyesuaian mahkluk hidup dengan alam
sekitarnya. Tujuan akomodasi dapat berupa berbeda-beda , sesuai dengan situasi
yang dihadapi, antara lain :
a. Mengurangi pertentangan antara orang perorang/kelompok sebagai
akibat perbedaan faham
b. Mencegah meledaknya suatu pertentangan untuk sementara waktu/
temporer
c. Untuk memungkinkan terjadinya kerjasama antara kelompokkelompok
sosial yang hidupnya terpisah, sebagai akibat faktor sosial ,
psikologis, & kebudayaan
d. Mengusahaakan peleburan antara kelompok-kelompok sosial yang
terpisah
Menurut Profesor Hayes (2007:2) dalam American Journal of Sociology
"Social Relations and Social Interaction.", konflik dan akomodasi adalah proses
yang melibatkan jenis interaksi. Konflik muncul dari klaim yang saling
bertentangan, dan akomodasi adalah proses di mana sebuah keseimbangan konflik
melalui redefinisi klaim didirikan. Menrurut (Soekanto, 2002: 61), berikut ini
15
bentuk-bentuk akomodasi adalah:
1. Koersi (coercion); suatu bentuk akomodasi yang dilaksanakan karena
adanya paksaan, baik secara fisik (langsung) ataupun secara
psikologis (tidak langsung). Di dalam hal ini, salah satu pihak berada
pada kondisi yang lebih lemah. Contoh: Koersi secara fisik adalah
perbudakan dan penjajahan, sedangkan koersi secara psikologis
contohnya tekanan negara-negara donor (pemberi pinjaman) kepada
negara-negara kreditor dalam pelaksanaan syarat-syarat pinjaman.
2. Kompromi (compromize); suatu bentuk akomodasi di antara pihakpihak
yang terlibat untuk dapat saling mengurangi tuntutannya agar
penyelesaian masalah yang terjadi dapat dilakukan. Contohnya
perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan gerakan separatis
Aceh dalam hal menjaga stabilitas keamanan stabilitas keamanan di
Aceh.
3. Arbitrasi (arbitration); suatu cara mencapai kesepakatan yang
dilakukan antara dua pihak yang bertikai dengan bantuan pihak
ketiga. Gillin dan Gillin mengelompokkan bentuk-bentuk akomodasi
ke dalam dua kelompok besar yaitu coordinate accomodation di mana
pihak-pihak sederajat kedudukan- nya; dan super-ordinate
accomadation, di mana satu pihak lebih tinggi kedudukannya dari
pihak lainnya. Pihak ketiga tersebut memiliki wewenang dalam
penyelesaian sengketa dan biasanya merupakan suatu badan yang
memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak-pihak yang bertikai.
Contohnya penyelesaian pertikaian antara buruh dengan pemilik
perusahaan oleh Dinas Tenaga Kerja. mediasi hampir sama dengan
arbitrasi. Akan tetapi, dalam hal ini fungsi pihak ketiga hanya sebagai
penengah dan tidak memiliki wewenang dalam penyelesaian
sengketa. Contohnya mediasi yang dilakukan oleh pemerintah
Finlandia dalam penyelesaian konflik antara pemerintah Indonesia
dengan GAM.
4. Mediasi (mediation); mediasi hampir sama dengan arbitrasi. Akan
tetapi, dalam hal ini fungsi pihak ketiga hanya sebagai penengah dan
tidak memiliki wewenang dalam penyelesaian sengketa. Contohnya
mediasi yang dilakukan oleh pemerintah Finlandia dalam
penyelesaian konflik antara pemerintah Indonesia dengan GAM.
5. Konsiliasi (conciliation); yaitu usaha mempertemukan keinginan dari
beberapa pihak yang sedang berselisih demi tercapainya tujuan
bersama. Contohnya konsultasi antara pengusaha angkutan dengan
Dinas Lalu Lintas dalam penetapan tarif angkutan.
6. Toleransi (tolerance); suatu bentuk akomodasi yang dilandasi sikap
saling menghormati kepentingan sesama sehingga perselisihan dapat
dicegah atau tidak terjadi. Dalam hal ini, toleransi timbul karena
adanya kesadaran masing- masing individu yang tidak direncanakan.
(Soekanto, 2002:61)
7. Stalemate; suatu keadaan perselisihan yang berhenti pada tingkatan
tertentu. Keadaan ini terjadi karena masing- masing pihak tidak dapat
lagi maju ataupun mundur (seimbang). Hal ini menyebabkan masalah
yang terjadi akan berlarut-larut tanpa ada penyelesaiannya.
Contohnya perselisihan antara negara Amerika Serikat dengan negara
Iran terkait dengan isu nuklir.
8. Pengadilan (adjudication); merupakan bentuk penyelesaian perkara
atau perselisihan di pengadilan oleh lembaga negara melalui peraturan
perundang-undangan yang berlaku.Contohnya penyelesaian kasus
sengketa tanah di pengadilan.
c. Asimilasi
Asimilasi adalah proses sosial yang timbul apabila ada kelompok
masyarakat dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul
secara interaktif dalam jangka waktu lama. Dengan demikian, lambat laun
kebudayaan asli akan berubah sifat dan wujudnya menjadi kebudayaan baru yang
merupakan perpaduan kebudayaan dan masyarakat dengan tidak lagi membedabedakan
antara unsur budaya lama dengan kebudayaan baru. (Soekanto, 2002: 60)
Asimilasi, dimana kontrol sosial adalah konsolidasi, biasanya sudah
dianggap sebagai proses di mana budaya homogenitas dihasilkan. homogenitas
Budaya, tetapi tidak pernah adalah mutlak atau hampir mutlak di kelompok
ditemukan di dunia beradab, bahkan diragukan apakah ada kecenderungan untuk
mendekati homogenitas budaya dapat didalilkan. Asimilasi adalah proses di mana
orang-orang datang ke, atau terus merasa di rumah di hadapan masing-masing, di
agak dengan cara yang sama di mana seseorang datang merasa di rumah dalam
lingkungan fisik tertentu. (Profesor Hayes ,2007: 2)
Menurut Profesor Hayes (2007: 2) Asimilasi, adalah istilah yang
menunjuk hasil dari proses sosial atau proses kombinasi. Perbedaan yang ia
berusaha untuk membuat di sini adalah inti dari seluruh pertanyaan dari satu sudut
pandang, seperti yang akan kita tunjukkan saat ini. Di sini kita hanya dapat
mencatat bahwa istilah asimilasi, karena kebiasaan bahasa yang mewujudkan,
dapat diambil baik sebagai kegiatan atau sebagai hasil dari suatu kegiatan.
Proses ini ditandai dengan adanya usaha mengurangi perbedaan yang ada.
Proses asimilasi bisa timbul jika ada:
1. kelompok-kelompok manusia yang berbeda kebudayaannya;
2. orang perorangan sebagai anggota kelompok saling bergaul secara
intensif, langsung, dan dalam jangka waktu yang lama;
3. kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia tersebut masing-masing
berubah dan saling menyesuaikan. Contohnya perkawinan antarsuku
sehingga terjadi pembauran dari kebudayaan masing-masing individu
sehingga muncul kebudayaan baru.
Asimilasi terjadi dikarenakan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor
pendukung dan faktor penghambat proses asimilasi.
Faktor pendukung proses asimilasi adalah
1. Adanya toleransi dan saling keterbukaan untuk saling menghargai dan
menerima unsur-unsur kebudayaan lain.
2. Adanya sikap saling menghargai orang asing dan kebudayannya.
3. Adanya kesamaan harkat dan tingkat unsur kebudayaan.
4. Adanya upaya untuk saling menerima dan saling memberi dari unsur
kebudayaan atas kerjasama yang saling menguntungkan.
Faktor penghambat proses asimilasi adalah
1. Adanya kelompok masyarakat yang terisolir.
2. Adanya diskriminasi dan ketidakadilan
3. Adanya kecurigaan dan kecemburuan social terhadap kelompok lain
4. Primodialisme
5. Adanya perbedaan yang sangat mencolok, seperti perbedaan cirri-ciri
ras, suku dan lain sebagainya.
d. Akulturasi
Menurut Soerjono Soekanto (2002: 60), Akulturasi adalah suatu keadaan
diterimanya unsur-unsur budaya asing ke dalam kebudayaan sendiri. Diterimanya
unsur-unsur budaya asing tersebut berjalan secara lambat dan disesuaikan dengan
kebudayaan sendiri, sehingga kepribadian budaya sendiri tidak hilang. Akulturasi
juga diartikan sebagai pengambilan atau penerimaan satu atau beberapa unsur
kebudayaan yang berasal dari pertemuan dua atau beberapa kebudayaan yang
saling berhubungan atau saling betemu. DeVito (1997:479), akulturasi mengacu
pada proses di mana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan
langsung dengan kultur lain.
Proses akulturasi dapat dengan mudah terjadi di suatu daerah karena
adanya interaksi sosial yang baik antara si pembawa kebudayaan dan si
pendukung kebudayaan. Namun, jika proses akulturasi tersebut terjadi di suatu
daerah yang memegang teguh terhadap ideology ataupun kepercayaan dengan
amat sangat fanatiknya, maka unsur kebudayaan tidak dapat diterima disana
karena di anggap tidak sesuai bahkan bertentang dengan kepercayaannya. Proses
akulturasi dapat terwujud jika kebudayaan itu di anggap bermanfaat bagi
masyarakat pendukung (si penerima) kebudayaan tersebut dan sesuai dengan
kebudayaan yang telah mereka miliki. Budaya luar yang dimaksud adalah budaya
yang dibawa oleh pejabat-pejabat pasar dalam menghadapi pedagang. Tentunya
pedagang juga mempunyai budaya dasar yang sudah kental dan tidak bisa
dirubah-rubah. Begitu sebaliknya dengan budaya-budaya pejabat. Tapi pergaulan
tersebut disesuaikan dengan kebudayaan sendiri, sehingga kepribadian budaya
sendiri tidak hilang.
Dalam penelitian ini berusaha melihat bentuk akulturasi yang terjadi yaitu
cara bersikap yang terjadi antara pedagang dengan pejabat pasar jika bertemu dan
saling bertukar informasi ketika terjalin suatu kontak maupun komunikasi.
II. Bentuk-Bentuk Hubungan Disosiatif
a) Persaingan; adalah suatu proses sosial yang dilakukan oleh individu
atau kelompok dalam usahanya mencapai keuntungan tertentu tanpa
adanya ancaman atau kekerasan dari para pelaku.
b) Kontravensi; merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada di
antara persaingan dengan pertentangan atau pertikaian. Kontravensi
adalah sikap mental yang tersembunyi terhadap orang atau unsur-unsur
budaya kelompok lain. Sikap tersembunyi tersebut dapat berubah
menjadi kebencian, namun tidak sampai menjadi pertentangan atau
pertikaian. Bentuk kontravensi, misalnya berupa perbuatan
menghalangi, menghasut, memfitnah, berkhianat, provokasi, dan
intimidasi.
c) Pertentangan/Perselisihan; adalah suatu proses sosial di mana individu
atau kelompok menantang pihak lawan dengan ancaman dan atau
kekerasan untuk mencapai suatu tujuan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan sosial adalah
hubungan yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar
kelompok,dan antar orang dengan kelompok. Proses hubungan sosial dapat terjadi
secara langsung dengan tatap muka maupun secara tidak langsung.
Syarat-syarat Terjadinya Hubungan Sosial meliputi 1) adanya Kontak
Sosial dan 2) adanya Komunikasi.
Dalam penelitian ini hubungan sosial yang dimaksud adalah bentuk
hubungan sosial yang bersifat assosiatif karena merupakan termasuk proses
interaksi yang cenderung menjalin kesatuan dan meningkatkan solidaritas anggota
kelompok. Di dalam mencapai tujuan bersama, pihak-pihak yang terlibat dalam
kerja sama saling memahami kemampuan masing- masing dan saling membantu
sehingga terjalin sinergi.
b. Pemerintah
Dalam perspe
Pembangunan secara umum yaitu ada
suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan
perubahan kearah yang lebih baik (Deddy S. Bratakusumah, 2005). Perubahan
kearah yang lebih baik yang dimaksud adalah perubahan dari segi fisik pasar
tradisional yang lebih tertata rapi dan dari segi organisasi pasar tradisional itu
sendiri.
Teori Solidaritas Sosial
Teori solidaritas sosial merupakan teori sentral Emile Durkheim (1858-
1917) dalam mengembangkan teori sosiologi. Durkheim (dalam Lawang, 1994:
181) menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan suatu keadaan hubungan
antara individu dan/atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan
kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional
bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan
kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung
nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari
hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga
memperkuat hubungan antar mereka.
Menurut Durkheim, berdasarkan hasilnya, solidaritas dapat dibedakan antara
solidaritas positif dan solidaritas negatif. Solidaritas negatif tidak menghasilkan
integrasi apapun, dan dengan demikian tidak memiliki kekhususan, sedangkan
solidaritas positif dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri: (1) yang satu mengikat
individu pada masyarakat secara langsung, tanpa perantara. Pada solidaritas
positif yang lainnya, individu tergantung dari masyarakat, karena individu
tergantung dari bagian-bagian yang membentuk masyarakat tersebut, (2)
solidaritas positif yang kedua adalah suatu sistem fungsi-fungsi yang berbeda dan
khusus, yang menyatukan hubungan-hubungan yang tetap, walaupun sebenarnya
kedua masyarakat tersebut hanyalah satu saja. Keduanya hanya merupakan dua
wajah dari satu kenyataan yang sama, namun perlu dibedakan, (3) dari perbedaan
yang kedua itu muncul perbedaan yang ketiga, yang akan memberi ciri dan nama
kepada kedua solidaritas itu. Ciri-ciri tipe kolektif tersebut adalah individu
merupakan bagian dari masyarakat yang tidak terpisahkan, tetapi berbeda peranan
dan fungsinya dalam masyarakat, namun masih tetap dalam satu kesatuan.
Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim melihat bahwa
masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat modern.
Salah satu komponen utama masyarakat yang menjadi pusat perhatian Durkheim
dalam memperhatikan perkembangan masyarakat adalah bentuk solidaritas
sosialnya. Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas sosial yang berbeda
dengan bentuk solidaritas sosial pada masyarakat modern. Masyarakat sederhana
mengembangkan bentuk solidaritas sosial mekanik, sedangkan masyarakat
modern mengembangkan bentuk solidaritas sosial organik. Jadi, berdasarkan
bentuknya, solidaritas sosial masyarakat terdiri dari dua bentuk yaitu: (1)
Solidaritas Sosial Mekanik, dan (2) Solidaritas Sosial Organik.
a. Solidaritas Mekanik
Pandangan Durkheim mengenai masyarakat adalah sesuatu yang hidup,
masyarakat berpikir dan bertingkah laku dihadapkan kepada gejal-gejala sosial
atau fakta-fakta sosial yang seolah-olah berada di luar individu. Fakta sosial yang
berada di luar individu memiliki kekuatan untuk memaksa. Pada awalnya, fakta
sosial berasal dari pikiran atau tingkah laku individu, namun terdapat pula pikiran
dan tingkah laku yang sama dari individu-individu yang lain, sehingga menjadi
tingkah laku dan pikiran masyarakat, yang pada akhirnya menjadi fakta sosial.
Fakta sosial yang merupakan gejala umum ini sifatnya kolektif, disebabkan oleh
sesuatu yang dipaksakan pada tiap-tiap individu. Dalam masyarakat, manusia
hidup bersama dan berinteraksi, sehingga timbul rasa kebersamaan diantar
mereka. Rasa kebersamaan ini milik masyarakat yang secara sadar menimbulkan
perasaan kolektif. Selanjutnya, perasaan kolektif yang merupakan akibat
(resultant) dari kebersamaan, merupakan hasil aksi dan reaksi diantara kesadaran
individual. Jika setiap kesadaran individual itu menggemakan perasaan kolektif,
hal itu bersumber dari dorongan khusus yang berasal dari perasaan kolektif
tersebut. Pada saat solidaritas mekanik memainkan peranannya, kepribadian tiap
individu boleh dikatakan lenyap, karena ia bukanlah diri indvidu lagi, melainkan
hanya sekedar mahluk kolektif. Jadi masing-masing individu diserap dalam
kepribadian kolektif. Argumentasi Durkheim, diantaranya pada kesadaran kolektif
yang berlainan dengan dari kesadaran individual terlihat pada tingkah laku
kelompok.
Solidaritas mekanik tidak hanya terdiri dari ketentuan yang umum dan tidak
menentu dari individu pada kelompok, kenyataannya dorongan kolektif terdapat
dimana-mana, dan membawa hasil dimana-mana pula. Dengan sendirinya, setiap
kali dorongan itu berlangsung, maka kehendak semua orang bergerak secara
spontan dan seperasaan. Terdapat daya kekuatan sosial yang hakiki yang
berdasarkan atas kesamaan-kesamaan sosial, tujuannya untuk memelihara
kesatuan sosial. Hal inilah yang diungkapkan oleh hukum bersifat represif
(menekan). Pelanggaran yang dilakukan individu menimbulkan reaksi terhadap
kesadaran kolektif, terdapat suatu penolakkan karena tidak searah dengan
tindakan kolektif. Tindakan ini dapat digambarkan, misalnya tindakan yang secara
langsung mengungkapkan ketidaksamaan yang menyolok dengan orang yang
melakukannya dengan tipe kolektif, atau tindakan-tindakan itu melanggar organ
hati nurani umum.
b. Solidaritas Organik
Solidaritas organik berasal dari semakin terdiferensiasi dan kompleksitas
dalam pembagian kerja yang menyertai perkembangan sosial. Durkheim
merumuskan gejala pembagian kerja sebagai manifestasi dan konsekuensi
perubahan dalam nilai-nilai sosial yang bersifat umum. Titik tolak perubahan
tersebut berasal dari revolusi industri yang meluas dan sangat pesat dalam
masyarakat. Menurutnya, perkembangan tersebut tidak menimbulkan adanya
disintegrasi dalam masyarakat, melainkan dasar integrasi sosial sedang
mengalami perubahan ke satu bentuk solidaritas yang baru, yaitu solidaritas
organik. Bentuk ini benar-benar didasarkan pada saling ketergantungan di antara
bagian-bagian yang terspesialisasi. Pertambahan jumlah penduduk yang
menimbulkan adanya “kepadatan penduduk” merupakan kejadian alam, namun
disertai pula dengan gejala sosial yang lain, yaitu “kepadatan moral” masyarakat
(Veeger, 1985:149). Menurut Veeger, terjadinya pertambahan penduduk
(perubahan demografik) akan disertai oleh pertambahan frekuensi komunikasi dan
interaksi antara para anggota, maka makin besarlah jumlah orang yang
menghadapi masalah yang sama. Selain itu, kompetisi untuk mempertahankan
hidup semakin memperbesar persaingan diantara mereka dalam mendapatkan
sumber-sumber yang semakin terbatas. Kondisi ini selanjutnya menimbulkan
masyarakat yang pluralistis, dimana antar hubungan lebih banyak diatur
berdasarakan pembagian kerja. Mereka mulai mengadakan kompromi dan
pembagian yang memberikan ruang hidup kepada jumlah orang yang lebih besar.
“Kepadatan moral” itu merupakan suatu konsep yang tidak bercorak alami,
melainkan budaya, karena manusia sendiri yang membentuk masyarakat yang
dikehendakinya.
Heterogenitas yang semakin beragam ini tidak menghancurkan solidaritas
sosial. Sebaliknya, karena pembagian kerja semakin tinggi, individu dan
kelompok dalam masyarakat merasa semakin tergantung kepada pihak lain yang
berbeda pekerjaan dan spesialisasinya. Peningkatan terjadi secara bertahap, saling
ketergantungan fungsional antar pelbagai bagian masyarakat yang heterogen itu
mengakibatkan terjadi suatu pegeseran dalam tata nilai masyarakat, sehingga
menimbulkan kesadaran individu baru. Bukan pembagian kerja yang mendahului
kebangkitan individu, melainkan sebaliknya perubahan dalam diri individu, di
bawah pengaruh proses sosial mengakibatkan pembagian kerja semakin
terdiferensiasi. Kesadaran baru yang mendasari masyarakat modern lebih
berpangkal pada individu yang mulai mengidentifikasikan dirinya dengan
kelompok yang lebih terbatas dalam masyarakat dan mereka tetap mempunyai
kesadaran kolektif yang terbatas pada kelompoknya saja, contohnya yang sesuai
dengan pekerjaannnya saja. Corak kesadaran kolektif lebih bersifat abstrak dan
universal. Mereka membentuk solidaritas dalam kelompok-kelompok kecil, yang
dapat bersifat mekanik. Kelompok-kelompok kecil ini mempunyai tujuan yang
sama dan mempunya komitmen yang sangat kuat.
Menurut Emile Durkheim, solidaritas sosial adalah “kesetiakawanan yang
menunjuk pada satu keadaan hubungan antara individu dan atau kelompok yang
didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang
diperkuat oleh pengalaman emosional bersama”. Solidaritas sosial menurutnya,
sebagaimana yang telah diungkapkan, di bagi menjadi dua yaitu: pertama,
mekanik adalah solidaritas sosial yang didasarkan pada suatu “kesadaran kolektif”
(collective consciousness) bersama yang menunjuk pada totalitas kepercayaankepercayaan
dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga
masyarakat yang sama itu. Yang ikatan utamanya adalah kepercayaan bersama,
cita-cita, dan komitmen moral. Sedangkan yang kedua, organik adalah solidaritas
yang muncul dari ketergantungan antara individu atau kelompok yang satu dengan
yang lainnya akibat spesialisasi jabatan (pembagian kerja). Dalam pembagian
kerja ini hubungan-hubungan akan terjalin kuat dengan adanya kerja sama antar
komponen. Komponen-komponen tersebut membentuk suatu kontak sosial dan
komunikasi sosial sebagai kesadaran kolektif bersama untuk menjalin solidaritas
bersama.
3. Penelitian Terdahulu
1) Dwi Wardani ( 2001), dalam penelitiannya mengenai Pola hubungan sosial
masyarakat Desa Kaliancar. Dalam suatu masyarakat pasti terjadi interaksi
diantara anggota-anggotanya, dimana dalam suatu interaksi sosial memuat
kerjasama, persaingan, konflik yang munkin terjadi diantara masyarakat
tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam tentang
bagaimana cara pola hubungan interaksi social yang terjadi di Desa
Kaliancar, dimana interaksi yang dilakukan ini akan berfungsi terhadap
konformitas penyesuaian kembali terhadap nilai-nilai sosial budaya yang
ada di Desa Kaliancar. Penelitian ini bersifat kualitatif. Adapun metode
penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Teknik penumpulan data
dalam penelitian ini adalah wawncara secara mendalam, observasi dan
dokumentasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan yaitu purposive
sampling dengan perincian sebagai berikut Warga asli Desa Kaliancar,
Warga pendatang, dan Tokoh masyarakat Desa Kaliancar. Jenis triangulasi
yang digunakan untuk mencapai suatu validitas data dalam penelitian ini
adalah triangulasi sumber data. Triangulasi sumber data ini digunakan
untuk pengumpulan data sejenis dengan menggunakan sumber data yang
berbeda. Sedangkan teknik analisa datanya yaitu reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa interaksi dalam komunitas masyarakat Desa Kaliancar ini terjalin
secara insentif diantara berbagai pihak dalam masyarakat Desa Kaliancar.
Masyarakat Desa Kaliancar sagat menjunjung tinggi nilai-nilai
kebersamaan dan kerjasama antar warga terutama yang mencakup tentang
pelaksanaan nilai-nilai social budaya yang ada di Desa Kaliancar ini yakni
sambatan, bersih desa atau kerja bakti serta kegiatan tradisional lainnya
yang memiliki nilai-nilai kebersamaan dan kerjasama. Interaksi ini
dilandasi ini oleh adanya kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan
hidup bersama bagi masyarakat harmonis, nyaman, tenang dan damai.
Kerjasama yang terjadi dalam masyarakat desa Kaliancar ini adalah saling
membantu apabila ada satu warga lain di Desa Kaliancar ini membutuhkan
bantuan, kegiatan gotong royong dan kerjasama merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari nafas kehidupan masyarakat desa Kaliancar. Sedangkan
persaingan yang baik daam rangka usaha untuk meningkatkan taraf hidup
kehidupan ekonomi. Dalam hal ini dapat menimbulkan konflik laten yang
tak terlihat. Dalam hal ini masyarakat Desa Kaliancar memiliki cara
tersendiri untuk menghindari konflik yaitu dengan cara toleransi dan
menghormati hak yang dimiliki oleh warga lain. Nilai-nilai social budaya
dianggap sebagai denyut nadi kehidupan masyarakat.
2) B. PabJan (2005), dalam penelitiannya mengenai “Me a s ur i ng The
S o c i al Re l at i on s : S o c i al Di s t an c e in S o c i al St ru c t ur e – A
s t u d y o f P r i s o n C o m m u n i t y ” (Mengukur Hubungan sosial: Jarak
Sosial Dalam Struktur Sosial- Sebuah Studi Komunitas Penjara): Poland
Journal of Sociology vol.36 (2005). Dalam suatu komunitas pasti terjadi
hubungan sosial diantara anggota-anggotanya, dimana dalam suatu
hubungan sosial memuat persaingan, konflik yang mungkin terjadi diantara
komunitas penjara tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji
bagaimana hubungan sosial (interaksi antar-subjektif) membentuk dinamika
masyarakat penjara dan bagaimana pengaruh makro-sistem sosial sistemmikro
dan individu. Sifat spesifik dari hubungan sosial merupakan faktor
konstitutif untuk berbagai jenis kelompok dan perilaku orang. Untuk
menjelajahi hubungan sosial sangat penting setidaknya untuk dua alasan.
Hal ini memungkinkan untuk menjelaskan dinamika sistem sosial
(bagaimana indikator interaksi, micromotives bentuk sistem sosial), dan
pengaruh dari sistem-makro pada individu (bagaimana bentuk sistem sosial
dunia-mikro). Interaksi lokal (hubungan mikro-tingkat) adalah fondasi
mikro macropatterns di tingkat relasional. Penelitian yang didasarkan pada
penelitian kami dilakukan di 17 penjara di Polandia pada tahun 2003, 2004
dan 2005. Ada sekitar 2000 tahanan dalam sampel. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengkaji bagaimana hubungan sosial (interaksi antarsubjektif)
membentuk dinamika masyarakat penjara dan bagaimana
pengaruh makro-sistem sosial sistem-mikro dan individu. Sifat spesifik dari
hubungan sosial merupakan faktor konstitutif untuk berbagai jenis
kelompok dan perilaku orang. Adapun metode penelitian yang digunakan
adalah kuantitatif.
Secara umum masyarakat penjara terdiri dari dua kelompok: kelompok
subkultur dan kelompok non-subkultur (tidak termasuk staf administrasi dan
penjaga). Kedua kelompok memiliki sistem terpisah dua yang berbeda dan untuk
beberapa hal hubungan kelompok. Mereka membentuk sistem komunikasi yang
berbeda dan hubungan sosial. Kelompok subkultur menciptakan sistem normatif
lebih jelas yang menentukan hubungan sosial mereka. Struktur didasarkan pada
perbedaan kekuasaan, kontrol dan sedang dibuat melalui hubungan sosial. Untuk
memahami perubahan dari satu relasi sosial harus mempertimbangkan kondisi
penjara (model penjara) selama periode totaliter. Hubungan sosial tertentu adalah
hasil dari suatu lingkungan sosial bermusuhan: solidaritas tingkat tinggi di
kelompok terhadap institusi itu, para penjaga, norma-norma sosial yang sangat
kuat dan kontrol sosial, beragam kepentingan bersama dari individu-individu dan
kelompok. Sebagai konsekuensi hubungan dalam kelompok yang kuat,
menciptakan hubungan minat yang kuat baik dan dasi ekspresif dan
mengintensifkan solidaritas kelompok. Karena memang sudah disebutkan, semua
proses tersebut didasarkan pada hubungan sosial. Lingkungan pasar bebas
merangsang penurunan solidaritas kelompok dan meningkatkan mengejar
kepentingan pribadi mereka.
C. Analisis
Penelitian tentang modernisasi di Indonesia yang dilakukan oleh Sajogyo (1982) dan Dove (1988) mengupas dampak modernisasi di beberapa wilayah Indonesia. Hasil penelitian keduanya menunjukkan dampak negatif modernisasi di daerah pedesaan. Dove mengulas lebih jauh kegagalan modernisasi sebagai akibat benturan dua budaya yang berbeda dan adanya kecenderungan penghilangan kebudayaan lokal dengan nilai budaya baru. Dove dalam penelitiannya membagi dampak modernisasi menjadi empat aspek yaitu ideologi, ekonomi, ekologi dan hubungan sosial. Aspek ideologi sebagai kegagalan modernisasi mengambil contoh di daerah Sulawesi Selatan dan Jawa Tengah. Penelitian Dove menunjukkan bahwa modernisasi yang terjadi pada Suku Wana telah mengakibatkan tergusurnya agama lokal yang telah mereka anut sejak lama dan digantikan oleh agama baru. Modernisasi seolah menjadi sebuah kekuatan dahsyat yang mampu membelenggu kebebasan asasi manusia termasuk di dalamnya kebebasan beragama. Pengetahuan lokal masyarakat juga menjadi sebuah komoditas jajahan bagi modernisasi. Pengetahuan lokal yang sebelumnya dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat harus serta merta digantikan oleh pengetahuan baru yang dianggap lebih superior.
Sajogyo membahas proses modernisasi di Jawa yang menyebabkan perubahan budaya masyarakat. Masyarakat Jawa dengan tipe ekologi sawah selama ini dikenal dengan “budaya padi” menjadi “budaya tebu”. Perubahan budaya ini menyebabkan perubahan pola pembagian kerja pria dan wanita. Munculnya konsep sewa lahan serta batas kepemilikan lahan minimal yang identik dengan kemiskinan menjadi berubah. Pola perkebunan tebu yang membutuhkan modal lebih besar dibandingkan padi menyebabkan petani menjadi tidak merdeka dalam mengusahakan lahannya. Pola hubungan antara petani dan pabrik gula cenderung lebih menggambarkan eksploitasi petani sehingga semakin memarjinalkan petani.
Dampak pembangunan terhadap hubungan sosial dapat dilihat pada dampak pembangunan industri terhadap pola kehidupan keluarga dari unit terkecil sub sistem social. Sebelum industrialisasi pola kehidupan keluarga yang berpusat pada keluarga batih dan hubungan kekerabatan yang erat dengan keluarga luas (extended family). Setelah terjadi industrialisasi maka muncul gejala-gejala antara lain: (1) kebebasan memilih/melakukan perkawinan, (2) perkawinan antara keluarga/family berkurang.
D. Pergeseran hubungan sosial
Hasil penelitian bahwa pedagang yang saat ini merasakan dampak dari kehadiran objek wisata Ancol Theme Park menyangkut pada kondisi sosial dan ekonomi terkait pada pendapatan mereka yang saat ini menurun. Selain itu terlihat pula adanya perubahan pada pola hubungan antara sesama pedagang, pedagang dengan pengunjung wisata, maupun pedagang dengan masyarakat setempat, dan lain sebagainya dilihat dari segi positif dan negatifnya. Ada juga dampak yang muncul yaitu pada bentuk kekuasaan pada pihak Theme Park dalam menetapkan peraturan-peraturan yang harus dijalankan oleh para pedagang misalnya saja pada saat hari raya besar Capgomeh yang umumnya dirayakan pada malam hari, saat-saat seperti inilah yang dinantikan oleh para pedagang dalam memperoleh penghasilan yang besar, sementara itu pihak Theme Park menetapkan untuk melaksanakan penutupan pintu gerbang masuk utama menuju lokasi objek wisata yang akhirnya mematahkan harapan para pedagang yang akan memperoleh income besar pada malam perayaan hari besar tersebut. Kehadiran Theme Park. Tidak hanya itu, dampak yang dirasakan oleh masyarakat mendatangkan berbagai konflik yang berbentuk protes dari masyarakat terhadap pihak-pihak yang terkait.
Dalam bidang pertanian, perubahanperubahan sosial petani akibat dari modernisasi
adalah dengan diperkenalkannya mesin-mesin,seperti mesin penuai dan traktor tangan telah
menghilangkan mata pencaharian penduduk yang selama ini mendapatkan upah dari menuai.
Kemudian, pemakaian traktor tangan telah menggantikan tenaga kerbau, sehingga sebagaian
besar petani tidak lagi berternak kerbau. Untuk kasus ini, hasil penelitian Scott tentang petani di Sedaka, Malaysia, diuraikan dengan cermat bagaimana penggunaan teknologi itu telah
merubah hubungan sosial di Malaysia. Scott memberikan contoh tentang digunakannya mesin pemanen dan perontok padi, kemudian pemilik tanah memutuskan hubungan dengan pekerja. Putusnya hubungan antara pemilik tanah dan para pekerja membuat perbedaan antara kelas kaya dan miskin semakin nyata. Mesin juga telah merubah orientasi para tuan tanah, dari anggapan usaha sebagai salah satu fungsi sosial menjadi kerja sebagai upaya untuk mendapatkan keuntungan (Scott, 2000: 202).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar