Minggu, 25 Maret 2012

Kinerja PNS dan Organisasi Pemerintah

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.     Pengertian Kinerja dan Pegawai
1.     Pengertian Kinerja
Istilah kinerja dalam media massa Indoensia memberikan padanan kata dalam bahasa Inggris sebagai “Performance”Menurut The Scribner-Bantam English Dictionary, terbitan Amerika Serrikat, 1979, diterjemahkan oleh Prawirosentono Suyadi (1999:1), istilah kinerja  mempunyai beberapa arti, yaitu :
a.       To do carry out ; execute (melakukan, menjalankan, melaksanakan).
b.      To discharge or fulfill, as a vow (memenui, menjalankan kewajiban atau nazar).
c.       To portray, as a character in a play (menggambarkan suatu karakter dalam suatu permainan).
d.      To render by the voice or a musical instrument (menggambarkannya dengan suara atau alat musik).
e.       To esexute or complete an undertaking (melaksanakan atau menyempurnakan tanggung jawab).
f.       To act a part in a play (melaksanakan suatu kegiatan dalam suatu permainan).
g.      To perform music (memainkan/pertunjukan music).
h.      To do what is expected of a person or machine (melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin).
Arti kata “performance” merupakan kata benda dimana salah satu artinya adalah “thing done” (sesuatu hasil yang telah dikerjakan).  Berdasarkan hal tersebut, maka arti performance atau  kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang atau tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono Suyadi, 1999 :8).
Istilah lain dari kinerja adalah prestasi, muncul pertama kali dalam kamus  “The New Webster Dictionary” yaitu performance, artinya prestasi, pertunjukan dan pelaksanaan tugas (Ahmad S. Ruky, 2002 : 15).  Hal ini berarti kinerja lebih banyak berhubungan dengan prestasi baik secara perorangan maupun secara kelembagaan.
L.W. Rue dan L.L. Byars (1980) dalam Bambang Yudoyono memberian defenisi kinerja sebagai tingkat pencapaian hasil (the degret of accomplishment) atau dengan kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi. 
Dua istilah di atas kalau dikaji lebih mendalam, maka makna kinerja dapat dirumuskan sebagai suatu prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya akibat kemampuan dan potensi yang dikembangkan sehingga merubah menjadi suatu yang sangat berharga bagi diri dan keluarganya.  Beberapa gambaran pengertian kinerja di atas, kita  dapat diketahui bahwa kinerja sesungguhnya merupakan hasil kerja seseorang, sehingga untuk mengetahui kinerja seorang dapat diukur dengan memperhatikan beberapa hal berikut ini :
a.       Waktu yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan.
b.      Volume pekerjaan atau banyaknaya pekerjaan yang dapat diselesaikan.
c.       Kualitas hasil pekerjaan.
2.   Pengertian Pegawai
Pengertian pegawai dalam berbagai tulisan telah banyak dikemukakan oleh para ahli, salah satu diantaranya  dikemukakan oleh Musanef (1986 : 5), yang mengemukakan bahwa pegawai adalah orang yang melakukan pekerjaan dengan mendapat imbalan jasa berupa gaji dan tunjangan dari pemerintah atau badan usaha swasta. 
Sanapiah (2001:16) mengemukakan pengertian lain pegawai sebagai seseorang yang diangkat dalam jabatan tertentu, diserahi tugas sesuai dengan jabatan tersebut dan digaji  dengan peraturan yang berlaku dan bekerja di lingkungan kantor pemerintahan.
Sutopo (1999:5) memberikan pengertian pegawai sebagai orang yang melakukan pekerjaan dengan mendapat imbalan jasa berupa gaji dan tunjangan dari pemerintah atau badan usaha swasta.  Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
a.       Pegawai adalah mereka yang telah memenuhi  syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang dan organisasi yang bersangkutan.
b.      Pegawai diangkat oleh pejabat atau pimpinan atau manajer yang berwenang.
c.       Pegawai diserahi tugas dalam satu jabatan organisasi atau jabatan negara.
d.      Pegawai digaji menurut aturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang Nomor 43 tahun 1999 menegaskan bahwa pegawai negeri adalah sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan  merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan.  Seiring dengan hal tersebut di atas, dalam rangka menghadapi Otonomi Daerah, pegawai negeri merupakan penggerak dari pembangunan, aparatur pemerintah yang ada pada hakekatnya merupakan upaya pembinaan, penyempurnaan dan penertiban yang ditujukan untuk lebih meningkatkan kemampuan dan pengabdian tugas-tugas, memiliki disiplin yang tinggi, kemampuan yang professional, wawasan pembangunan dan semangat pengabdian yang tinggi terhadap masyarakat, bangsa dan tanah air.
Pegawai negeri dalam Undang-undang nomor 43 tahun 1999 tersebut meliputi : (a) pegawai negeri sipil, (b) anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan (3) anggota Kepolisian Republik Indonesia (POLRI), sedangkan yang termasuk ke dalam pegawai negeri sipil dibagi menjadi 2 (dua) golongan, yaitu :
a.       Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNSP), yaitu pegawai negeri sipil yang gajinya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan bekerja pada Departemen,. Lembaga Pemrintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi Negara, Instansi Vertikal di daerah propinsi dan kabupaten/kota, kepaniteraan pengadilan atau mereka yang dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas-tugas  negara lainnya.
b.   Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD), yaitu  Pegawai Negeri Sipil daerah propinsi/kabupaten/kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan bekerja pada pemerintah daerah atau dipekerjakan di luar instansi daerah induknya.
Upaya untuk menciptakan pegawai yang berdaya guna dan berhasil guna dalam suatu organisasi dibutuhkan suatu unit kerja khusus yang menangani kepegawaian ini.  Dalam organisasi  yang relatif kecil dan sederhana di mana jumlah pegawainya juga relatif kecil, maka iasanya penyelenggaraan tugas pembinaan pegawai dilakukan langsung oleh manajer atau pimpinan kantor tersebut.  Namun jika organisasi itu besar dengan lingkup tugas yang luas, maka tugas-tugas pembinaan kepegawaian ditangani secara khusus oleh departemen atau unit kerja yang menangani  masalah pegawai.  Dalam organisasi formal unit atau departemen tersebut biasanya dikenal dengan nama unit atau departemen kepegawaian.
Istilah lain yang sangat erat dengan istilah pegawai adalah kepegawaian. Sudirman (1999:41) mengemukakan bahwa kepegawaian adalah segenap aktivitas yang bersangkut paut dengan masalah penggunaan tenaga kerja manusia untuk mendapatkan sesuatu/mencapai tujuan tertentu.  Masalah pokok berkisar pada penerimaan, peningkatan, pengembangan, pemberian balas jasa dan sampai pada pensiunnya.
Pengertian tersebut memperlihatkan  bahwa antara pegawai dan Kepegawaian tidak dapat dipisahkan kaitannya karena organisasi memutuskan pegawai atau tenaga kerja untuk dimanfaatkan mencapai tujuan organisasi melalui kegiatan kerjanya sehingga pihak organisasi  harus pula menjamin kepentingan-kepentingan pegawai.
Musanef (1997:120) memberikan pengertian Kepegawaian sebagai seni memilih pegawai-pegawai baru dan mempekerjakan pegawai-pegawai lama (pegawai yang sudah ada) sedemikian rupa, sehingga pegawai yang ada mampu menampakkan mutu kerja yang optimal, dengan didasari rasa puas serta semangat kerja yang tinggi.
Hal ini tidak mungkin diwujudkan apabila kewajiban organisasi terhadap pegawai terbengkalai dan tidak diwujudkan sebagaimana mestinya, baik dalam hal balas jasa yang berupa upah (gaji), tunjangan-tunjangan dan insentif lainnya yang tidak lain bertujuan memacu peningkatan semangat kerja karyawan sehingga  mampu mewujudkan tujuan-tujuan organisasi dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu, bidang kepegawaian senantiasa diusahakaan perkembangannya dengan tujuan :
a.       Penggunaan secara aktif tenaga kerja/karyawan/pegawai dalam suatu organisasi.
b.      Menciptakan, memelihara serta mengembangkan hubungan kerja yang dapat memberikan suasana kerja yang menyenangkan antar individu yang berkerja sama dalam organisasi.
c.       Tercapainya perkembangan yang maksimal bagi masing-masing individu yang bekerja sama tersebut.
 Sudirman (1999:42 bidang Kepegawaian pada organisasi mleiputi, antara lain :
a.    Pengembangan struktur organisasi untuk melaksanakan program kepegawaian, di dalam mana tugas dan tanggung jawab dari setiap pegawai ditentukan dengan jelas dan tegas.
b.  Klasifikasi (penggolongan) jabatan yang sistematis dan perencanaan gaji yang adil dengan mengingat adanya saingan dari sektor swasta.
c.       Penarikan tenaga yang baik.
d.   Seleksi pegawai yang menjamin adanya pengangkatan calon-calon pegawai yang cakap dan berkompeten serta penempatan dalam jabatan-jabatan yang sesuai.
e.       Perencanaan  latihan jabatan yang luas dengan maksud untuk menambah keterampilan  pegawai, membangun semangat kerja dan mempersiapkan mereka untuk kenaikan pangkat.
f.       Perencanaan kenaikan pangkat.
g.      Penilaian kecakapan.
h.      Kegiatan-kegiatan untuk memelihara dan mempertahankan moril serta disiplin pegawai.
Uraian tersebut di atas memperlihatkan bahwa sasaran dari bidang kepegawaian dalam organisasi adalah pemanfaatan tenaga kerja atau pegawai secara efektif dan efisien.  Efektif dalam arti dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, yakni masing-masing pegawai memiliki kemampuan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya secara efisien. 
Hal-hal tersebut di atas perlu ditunjang dengan mempersyaratkan kriteria pegawai negeri tersebut, antara lain :
a.   Pegawai negeri sipil harus cerdas, profesional  dan  memiliki wawasan yang luas.
b.   Pegawai negeri sipil harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
c.       Pegawai negeri sipil harus memiliki sifat, karakter dan jiwa yang ramah dan santun.
d.      Pegawai negeri sipil harus cekatan dan terampil dalam menggunakan perangkat media yang baik.
e.       Pegawai negeri sipil harus menguasai kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

B.    Kinerja Pegawai dan Kinerja Organisasi
Suatu lembaga, baik lembaga pemerintah maupun lembaga yang dinamakan perusahaa ataupun yayasan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi  bersangkutan. 
Tercapainya tujuan lembaga atau perusahaan hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat dalam organisasi lembaga tersebut.  Dalam hal ini terdapat hubungan yang erat antara kinerja perorangan (individual performance) dengan kinerja organisasi (organization performance), dengan perkataan lain bila kinerja pegawai baik, maka kemungkinan besar kinerja lembaga juga baik.
Kinerja seorang pegawai akan baik bila dia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja karena digaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian, mempunyai harapan masa depan lebih baik.  Mengenai gaji dan adanya harapan merupakan hal yang menciptakan motivasi seorang pegawai bersedia melaksanakan kegiatan  kerja dengan kinerja yang baik. Bila sekelompok pegawai dan  atasannya mempunyai kinerja yang baik, maka akan berdampak pada kinerja lembaga yang baik.
Bambang Yudhoyono (2001:101) mengemukakan bahwa dalam menemukan indikator penilaian kinerja, ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan, yaitu :
1.   Visi, Misi dan Tujuan Organisasi sebagai Dasar Acuan
Kinerja pemerintah daerah sebagai organisasi pemerintah yang mengemban fungsi utama pemerintahan yaitu pelayanan public (Public service) seharusnya mereflesikan visi, misi dan tujuan organiasasi.  Penegasan ini perlu dilakukan, karena pemerintah daerah memiliki visi, misi dan tujuan yang berbeda dengan perusahaan  swasta, meskipun keduanya sama-sama terlibat dalam pelayanan publik.
2.        Pendekatan Public Management and Policy
Pendekatan manjerial mempersoalkan sampai seberapa jauh fungsi-fungsi manajerial pada Pemerintah Daerah telah  dijalankan seefisien dan seefektif mungkin. Pendekatan policy melihat seberapa jauh strategi kebijakan yang ditetapkan Pemerintah Daerah telah secara efektif memecahkan masalah publik  Sasaran pendekatan ini adalah para aparatur pemerntah daerah yang termasuk dalam gugus tugas mengidentifikasi masalah publik, merumuskan   strategi kebijakan, persiapan implementasi dan merancang monitoring dan evaluasi kebijakan.
3.        Pendekatan Moral/Etika
Pendekatan moral/etika melihat sampai seberapa jauh pemerintah daerah menaruh perhatian kepasa aspek moralitas.  Apakah pemerintah daerah memperlakukan pegawainya dan masyarakat secara umum atau golongan tertentu secara adil.  Atau apakah pemeirntah daerah mempehatikan internal dan eksternal ethnis.  Apakah pemerintah daerah cukup responsif atau tanggap terhadap  perubahan yang datang dari masyarakat.  Sasaran dari pendekatan ini adalah semua aparatur pemerintah daerah dari level paling tinggi sampai paling bawah termasuk di dalamnya para pembuat kebijaksanaan (policy makers).
4.         Pendekatan CED (Community Economic Development)
Pendekatan CED digunakan dalam menilai kinerja di bidang pembangunan, yaitu mengenai tujuan yang hendak dicapai (penilaian evectiveness) dalam pembangunan.  Dari aspek Community (C), dapat  dievaluasi sampai seberapa jauh pemerintah daerah telah meningkatkan bargaining power dari para individu yang lemah, dan menanamkan norma dan praktek saling membantu, khususnya membantu mereka yang memerlukan bantuan dalam masyarakat.
Aspek Economic (E), dapat dinilai sampai sejauh mana pemerintahan daerah telah meningkatkan pertumbuhan  kesempatan kerja, income dan kegiatan bisnis.  Dari aspek depelopment (D)   dapat dinilai sampai seberapa jauh pemerintah daerah telah melakukan perubahan struktural yang diarahkan pada stabilitas dan sustainabilitas, seperti meningkatkan diversifikasi bidang-bidang yang diinvestasikan, mengurangi ketergantngan dan investor luar, mengurnagi ketrgantungan terhadap pembuat keputusan dari luar atau memperbesar kontrol dari dalam, dan meningkatkan diversifikasi produk-produk ekspor.
5.      Pendekatan kepuasan masyarakat
Terkait erat dengan produktivitas adalah kualitas pelayanan Quality of service) sebagai wujud dari kepuasan masyarakat.  Isu mengenai kualitas pelayanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja pemerintah daerah.  Kualitas pelayanan seringkali membentuk image masyarakat tehadap pemerinitah daerah.  Banyak image negatif yang terbentuk mengenai pemerintah daerah muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang diterima masyarakat.  Dengan demikian, tepat jika kualitas pelayanan dijadikan indikator penilaian  kinerja pemerintah daerah.
6.      Pendekatan kemampuan organisasi
Penilaian kinerja pemerintah daerah dapat dilakukan dengan melihat sejauh mana kemampuannya dalam mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi dari masyarakat atau publik.
Pendekatan di atas, jika diperhatikan, maka dapat dirumuskan rekomendasi konsep indikator penilaian kinerja   aparatur pemerintah daerahh sebagai berikut :
  1. Konsistensi pencapaian tujuan
a.       Tujuan akhir (goal), sebagai kumulasi dari kontribusi pencapaian tujuan fungsional, sehingga dapat dilihat pada jangka waktu agak lama (biasanya 3-5 tahun).
b.      Sasaran antara tujuan fungsional (purpose/outcome), merupakan hasil pencapaian suatu program yang merupakan kumulasi pencapaian hasil fisik.
c.       Hasil fisik atau keluaran (out put) merupakan hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan. Jadi sifatnya riil atau nyata dan dapat dilihat bersamaan pada saat berakhirnya suatu kegiatan.
d.      Kontribusi nyata dari setiap tahap mulai tahap paling rendah kepada tahap yang lebih tinggi.
  1. Produktivitas
a.       Profil daerah (meliputi semua  aspek fisik, ekonomi, sosial, bidaya dan sebagainya.
b.      Input resources (man, money, methods, material, machine).
c.       Proses (organizing, participation, coordinating, decision makin).
d.      Feed back (umpan balik).
  1. Kualitas pelayanan meliputi : kecepatan, ketepatan, kemudahan, murah, adil dan transparansi.
  2. Responsivitas, meliputi prosedur, aturan kerja, rencana umum dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.
  3. Responsibilitas, meliputi tanggapan legislatif, tanggapan tokoh masyarakat, hasil audit dan hasil survey.
  4. Kualitas perlindungan masyarakat, meliputi penyerobotan hak masyarakat, pengendalian public goods dan tingkat keamanan dan ketenteraman.
Suasana kehidupan  kantor bukan hanya ditentukan oleh mekanisme kerja yang telah dirumuskan oleh para pengambil keputusan tetapi juga sangar berperan rangsangan pemberian motivasi sehingga kinerja pegawai mengalami perubahan-perubahan  ke arah yang lebih baik.  Keberhasilan dan kegagalan meningkatkan kinerja pegawai tidak selamanya disebabkan oleh perbedaan  kemampuan yang dimiliki oleh setiap pegawai, tetapi justeru lebih sering  diakibatkan oleh perbedaan motivasi. 
Mulyadi (1988:247) memaparkan bahwa pekerjaan sejenis yang dikerjakan oleh dua orang yang memiliki kemampuan yang sama dapat memperlihatkan kinerja yang berbeda jika masing-masing memiliki motivasi yang berbeda. 
Pemaparan di atas menjelaskan indikasi menurunnya kinerja pegawai, maka tentu perlu dicari solusinya agar kinerja mereka dapat pulih kembali.  Untuk memecahkan masalah tersebut perlu pendekatan melalui teori motivasi dalam hubungannya dengan kebutuhan manusia.  Menurut Abraham H.  Maslow dalam  Muhadi (1989:249) bahwa setiap manusia memiliki lima macam kebutuhan yang tersusun secara hirarki, yaitu :
  1. Kebutuhan Fisik
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang sangat mendasar dalam kaitannya dengan kehidupan manusia sehari-hari.  Mereka harus mampu menyediakan sandang pangan.  Berbagai kebutuhan itu harus mampu dipahami oleh setiap pimpinan organisasi agar setiap pegawainya  tentu layak untuk sebuah keluarga.  Oleh karena itu, kebutuhan fisik sangat berhubungan erat dengan tingkat pencapaian kinerja seorang pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya.
  1. Kebutuhan Keamanan
Kebutuhan ini menyangkut keamanan jika seorang  pegawai, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan.  Ketenteraman di tempat kerja sangat penting artinya demi menjaga stabilitas dan kelangsungan pekerjaan sehingga pegawai bebas beraktivitas tanpa tekanan dan gangguan.
  1. Kebutuhan Sosial
Manusia adalah makhluk sosial, maka dengan sendirinya ia membutuhkan penghormatan dan pengharganan yang wajar baik dari atasan maupun dari sesama pegawai, bahkan dari masyarakat lebih luas lagi di sekitar lokasi bekerja.
  1. Kebutuhan Prestise
Kebutuhan akan harga diri sangat dalam mendorong motivasi pegawai untuk berkinerja baik.  Seorang pegawai yang kebutuhan prestisenya terpenuh akan mempengaruhi psikologisnya sehingga akan mempunyai kinerja yang lebih baik.
  1. Kebutuhan Aktualisasi
Kebutuhan ini merupakan pemberian kesempatan untuk  kepada para pegawai untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri pegawai itu sendiri.
Lima kebutuhan di atas jika disimpulkan maka kinerja pegawai bukan hanya ditentukan oleh kapasitas berupa kemampuan intelektual  tetapi juga sangat ditentukan oleh pengakuan akan keberadaan merkea sebagai makhluk sosal.  Sikap dan pembinaan yang mengarah pada pembinaan mental serta perlakuan yang layak sebagai manusia biasa, sangat penting artinya dalam organisasi pemerintahan.
Gambaran kinerja seperti di atas, jika dihubungkan dengan kinerja pegawai dalam tulisan ini, maka yang akan menjadi pembahasan dalam tulisan ini  adalah kinerja pegawai kantor Badan Keluarga Berencana Kabupaten Selayar, diukur dengan melihat tingkat volume kerja, kualitas pekerjaan dan efisiensi waktu.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar